Saturday, November 7, 2009

DAN SAYA?, TAK KUASA BERBUAT APA-APA

Hal pertama yang hendak ingin saya sampaikan adalah permohonan ampun saya kepada Tuhan yang menguasai gejolak hati setiap manusia, Tuhan yang telah menciptakan makhluk yang menurut penilaian Malaikat, hanya akan menimbulkan kerusakan di muka bumi ini, Tuhan yang dengan caraNya telah mengajarkan kepada Musa AS bahwasanya apa yang nampak kejam terang benderang, mengandung misteri kebaikan, lewat pertemuan dan perjalanannya dengan Khidir AS.

Kenapa permohonan ampun yang saya dahulukan?, karena saya tak kuasa berbuat apa-apa. Apa yang terjadi selama hampir dua minggu terakhir ini sungguh diluar jangkauan pikiran dan logika saya, dan tentu saja bisikan-bisikan halus dan sunyi tentang kebenaran dan keadilan yang sering saya biarkan lalu begitu saja, karena kesibukan memanjakan hasrat pribadi.

Sebuah panggung telah digelar di hadapan kita semua, rakyat Indonesia. Rakyat yang kadang kala dianggap cerdas, akan tetapi di lain kesempatan dan konteks, dianggap mudah untuk mengalami kebingungan dan oleh karenanya harus diberikan informasi yang “benar”, disayang dan dibujuk supaya tak ikut larut dalam pertikaian elit yang entah apa ujungnya dan seringkali tak mengubah apa-apa. Benar menurut siapa dan benar untuk apa, tak ada yang berani memastikan jawabannya. Rakyat Indonesia yang cerdas dan tidak cerdas, tergantung konteksnya.

Sebuah panggung pencitraan kelas tinggi dengan lakon yang menggetarkan. Dan seperti lakon-lakon besar lainnya yang pernah tercatat dalam sejarah dunia, ini juga lakon tentang bagaimana kebenaran diperebutkan, bagaimana kesalahan, keserakahan, hasrat primitif kekuasaan, pelacuran intelektualitas menemukan panggungya. Dan itu semua, katanya, demi hukum dan sekali lagi demi rakyat Indonesia dan hajat hidupnya.

Sebuah panggung dimana siapa yang mampu mengolah rasa dan mendapat simpati penontonnya sebagai pihak yang paling menderita dan terzhalimi, akan meninggalkan panggung dengan sebuah kemenangan dan “kebenaran” yang diperebutkan itu, pada saat lakon itu selesai nanti. Dan kebenaran pun pada akhirnya sudah tereduksi.

Sebuah panggung dimana suara rakyat menghilang entah kemana, seolah enggan menemui pihak-pihak yang seharusnya merangkul, menyayanginya dan meng-artikulasikannya. Atau justru sebaliknya, suara rakyat itu ada dimana-mana, di kolong jembatan, di kolong jalan tol, di pinggir sungai, di dalam rumah-rumah kumuh, di bau busuk sampah yang menggunung, di pekatnya asap knalpot kendaraan yang berhenti ditahan kemacetan jalan yang tak kunjung terurai, di trafo-trafo distribusi PLN, di situ-situ yang terbengkalai kurang perawatan, dimana-mana. Akan tetapi pihak yang seharusnya merangkul, menyayanginya, dan meng-artikulasikannya, justru tak bisa merasakannya dan memalingkan muka ketika secara tak sengaja bertemu dengannya, dan asyik larut dalam sandiwara.

Benar bahwa tak seorangpun yang terlibat dalam lakon ini adalah malaikat, sehingga klaim-klaim tentang “kebenaran” yang mereka sampaikan mungkin juga mengandung kesumiran. Terus siapa yang seharusnya memisahkan serpihan-serpihan kebenaran itu dari lumbung kesumiran, membersihkannya dan merangkainya menjadi sebuah bingkai fakta? Pemimpin katanya. Sayang sampai sejauh ini pertunjukkan belum juga memperlihatkan, siapa sebenarnya sang pemimpin itu. Yang dipertontonkan sampai sejauh ini adalah seseorang yang berbisik tentang norma-norma, dan hanya dalam batas itu saja. Serpihan-serpihan kebenaran itu masih berserakan tertimbun di dalam lumbung kesumiran yang sebenarnya ada dalam genggamannya.


Dan saya?, tak kuasa berbuat apa-apa.


Read more...

Sunday, September 13, 2009

YANG HIDUP, KELAK PASTI MATI

Mushola sudah mulai sepi, semakin berurang saja yang datang untuk sholat Isya dan Tarawih. Sepuluh hari terakhir, keistimewaan malam-malam ganjil, sepertinya tak terasa melingkupinya.

Suasana konsumtif menyeruak dan justru terasa membuncah. Mall-mall lebih rame rasanya. Orang sibuk, berdesakan, antrean cukup panjang mencari hidangan berbuka, mencari “kebutuhan” lebaran yang sebenarnya mungkin tidak dibutuhkan.

Pak Ustadz berdiri di mimbar, setelah sholat Isya’ dan mulai memberikan materi untuk perenungan.

Yang hidup, kelak pasti mati. Hidup, kita semua sedang menjalaninya, dan masing-masing dari kita sedang memaknainya. Tapi Mati, sebuah misteri bagi kita yang sedang memaknai hidup tadi.

Mati tak mengenal umur. Orok yang baru saja menyambut matahari dan udara, bisa saja jika dikehendaki “si Empunya”, langsung pergi meninggalkan hidupnya. Jadi bagi yang masih merasa muda, baik secara fisik penampilan dan “perasaan”, jangan bergaya.

Mati juga tak kenal kedudukan di dunia. Jabatan apa yang menurut anda, jabatan terhebat, tertinggi di dunia? Presiden negara adidaya kah?. Abraham Lincoln mati, Stalin mati, Gandhi mati, Ayatullah Khomenei mati, Soekarno juga mati. Jadi bagi anda yang cuma presiden direktur, lurah, camat, walikota, bupati, gubernur, menteri, dirjen, manajer, pemimpin redaksi, konglomerat (silakan tambahi sendiri), juga jangan bergaya.

Mati tak kenal pendidikan. Siapa di dunia yang bisa dianggap orang paling pinter di dunia ini? Adam Smith, Newton, Einstein (silakan tambahi sendiri), kemana mereka semua, mereka mati. Jadi bagi pembaca yang merasa pintar, professor, dosen, staff ahli menteri, staff khusus kepresidenan, jangan juga banyak cakap seolah bisa menghindar untuk bertemu dengan mati.

Mati pun tak juga kenal profesi. Profesi apa yang susah untuk mati?, tak jarang kita mendengar kabar, seorang dokter spesialis jantung, justru mati karena serangan jantung. Dokter spesialis ginjal, justru mati karena gagal ginjal. Jadi jika anda merasa, karena profesi anda lantas anda tak akan bertegur sapa dengan mati, buang jauh perasaan dan pikiran anda.

Mati tak kenal semua predikat dunia, semua predikat yang mungkin anda pikirkan, yang membuat manusia merasa hebat, yang membuat merasa dia tak membutuhkan siapapun, yang membuat manusia tak ingin berbagi, yang membuat manusia tak butuh kehadiran Tuhan.

Pertanyaannya, kematian seperti apa yang anda kehendaki dan oleh karenanya anda memaknai hidup dan berdoa untuk menemuinya?




Read more...

Monday, August 17, 2009

THE FREEDOM WRITERS: SEBUAH CERMIN BAGI INDONESIA KONTEMPORER

Menjalani hidup dengan penuh prasangka buruk dan saling curiga bukanlah hidup yang sebenarnya. Bukan pula hidup yang ingin kita jalani dan akan kita wariskan bagi anak cucu kita, kelak di kemudian hari. Tapi bagaimana jika prasangka buruk dan saling curiga tersebut justru diwariskan oleh kakek dan nenek, secara turun temurun dan tak berkesudahan?. Bagaimana pula semua ini bisa diakhiri?. Sebuah potensi besar yang bernama “diversity” dan pada saat yang sama, sebuah tantangan besar yang disebut “integration”.

Long beach, California, Amerika Serikat periode 1992-1995. Sebuah periode yang memilukan dan sekaligus menarik untuk disimak, sebuah periode yang bercerita banyak dengan cara yang buram tentang “diversity” dan “integration”. Sebuah periode dimana kekerasan antar rasis terjadi hampir setiap hari, dimana saja dan seringkali tanpa disertai sebab yang jelas. Di depan rumah, di jalanan, di sekolah, pertokoan. Dini hari buta, pagi, siang dan malamnya mempertontonkannya. Nyawa seperti tak berharga, hilang dengan mudahnya. Seorang anak dengan mata kepalanya sendiri meyaksikan ayahnya ditangkap polisi entah apa alasannya, seorang anak dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan orang tuanya, tiba-tiba ditembak di depan rumah oleh gangster entah karena apa. Labelisasi tak berdasar, prasangka buruk dan balas dendam yang secara turun temurun diwariskan menjadi “udara” yang dihirup masyarakatnya. “Protect our own” menjadi tata nilai yang dianut masing-masing kelompok yang ada.


Sebuah inisiatif yang disebut “Integration” diluncurkan di bidang pendidikan, mencoba untuk menghapus situasi. Sekolah-sekolah menengah diharuskan menerima, menampung dan mendidik semua ras yang ada di masyarakat Long Beach. Sebuah inisiatif yang didasari sebuah keyakinan bahwa jika sekat-sekat prasangka-prasangka, disparitas-siapritas, dan “protect our own” sebagai tata nilai di masyarakat dapat dihilangkan sejak dan di sekolah-sekolah menengah, maka hal yang sama pun akan hilang di dalam masyarakat itu sendiri, suatu saat nanti.

Inisiatif ini berjalan tertatih-tatih,…untuk tidak menyebutnya sebagai berjalan di tempat dan tanpa efek positif yang diharapkan, menunjukkan bentuknya. Ini terlihat dengan jelas di salah satu sekolah menengah Woodrow Wilson high School. Murid-murid dan guru-guru seperti kehilangan arah, asa mereka, dan hari-hari di sekolah tetap saja dijalani dalam situasi dimana “protect our own” menjadi tata nilai di dalamnya. Sebuah inisiatif yang justru dalam kenyatannya memberikan ruang tambahan bagi tata nilai tersebut untuk semakin tumbuh berkembang tidak hanya di jalanan, di pertokoan, di perumahan, tapi sekarang juga di sekolahan. Dan oleh karenanya, inisiatif ini gagal dengan sendirinya.

Dunia tak berhenti berputar, dan tidak pula Tuhan tidur dengan kuasanya. Manusia sebagai ciptaanNYA sendiri lah yang harus memulai perubahan itu dengan kesadaran, komitmen dan caranya sendiri. Lewat seorang Erin Gruwell, seorang “student teacher”, bersama-sama dengan 150 muridnya, sebuah inisiatif yang gagal dan sekaligus buram tersebut, berhasil memberikan secercah cahaya di ujung lorong panjang buram yang dipenuhi udara “labelisasi tak berdasar, prasangka buruk dan balas dendam”.

Kisah nyata tentang Erin Gruwell dan 150 muridnya menjadi referensi sebuah film drama yang berjudul “FREEDOM WRITERS”, dibintangi oleh Hillary Swank dan direlease tahun 2007 lalu. Sebuah film yang mencoba melakukan visualisasi apa yang dilakukan dan diperjuangkan oleh mereka, tentang kebuntuan system birokrasi, keterbatasan resources, mentransformasi “diversity” dari hanya sebagai sumber masalah menjadi potensi, menawarkan sebuah metode proses “integration”, bagaimana “adversity quotient” memberikan jawaban dan tentu saja menghapus “protect our own” sebagai tata nilai yang berlaku di setiap kelas yang ada di Woodrow Wilson high School, Long beach, California.

Bangsa Indonesia, dalam tingkatan yang berbeda, menghadapi permasalahan yang sama. Proses integrasi di segala bidang yang belum selesai dan masih merupakan sebuah pekerjaan rumah yang paling besar dan komplek, kebuntuan system birokrasi dan proses reformasinya yang belum purna, kegagapan dalam melakukan transformasi “diversity” yang dimilikinya menjadi potensi, “adversity quotient” yang tak nampak jelas dimiliki oleh pemimpin-pemimpinnya, dan persoalan tata nilai yang masih membingungkan.

Meminjam ungkapan almarhum WS Rendra, “KERJA BELUM SELESAI dan Orang-orang harus dibangunkan”.

DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA yang ke 64 tahun, MERDEKA.




Read more...

Tuesday, July 14, 2009

BlackBerry dan Tabung Gas

Perkembangan di dunia telekomunikasi dan elektronika sungguh luar biasa. Produk-produk smart phone yang menawarkan berbagai kemudahan untuk berkomunikasi lewat dunia maya seperti lewat chatting, jejaring social facebook, twitter, surat elektronik dan update berita terkini dari situs berita, sungguh variatif, mulai dari yang diproduksi dan dipasarkan untuk pengguna yang masuk kategori low-end maupun high-end. Berbagai merek menyerbu pasar Indonesia. Operator telekomunikasi pun ikut berlomba untuk mendapatkan segmen pasarnya dengan memasarkan produk-produk smart phone seperti BlackBerry dan IPhone 3G dengan sistem bundling. Orang rela mengantre panjang untuk mendapatkannya. Seorang kawan pernah bertanya sambil bergurau, “kok kayaknya antrean pembelian smart phone itu lebih panjang dari antrean BLT ya?”.

Membanjirnya produk-produk smart phone, alat telekomunikasi dan elektronika lainnya ke pasar dalam negeri tentunya harus disikapi. Dalam hal perlindungan terhadap hak konsumen, terutama berkenaan dengan jaminan terhadap kualitas produk, fasilitas purna jual beserta garansi, dan petunjuk pemakaian yang menggunakan bahasa Indonesia, sikap ini telah diambil oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Perdagangan. Lewat Peraturan Menteri Perdagangan no No.19/M-DAG/PER/5/2009 ketentuan-ketentuan untuk menjamin hak konsumen dijabarkan.


Kementrian yang sama, juga tampak serius dalam usahanya untuk menegakkan ketentuan-ketentuan dalam peraturan tersebut diatas. Ini dapat dilihat dari polemik yang mengemuka akhir-akhir ini, dimana salah satu produsen smart phone, Research in Motion (RIM) yang merupakan produsen BlackBerry, mendapatkan sorotan dan teguran untuk segera membuka layanan purna jualnya di Indonesia, walaupun peraturan yang sama baru akan efektif diberlakukan di bulan Agustus 2009 besok, tiga bulan sejak ditetapkan.

Sebuah bentuk sosialisasi yang cerdas menurut saya. Kenapa?, karena produk smart phone ini memang laris manis di pasaran, tiga operator telekomunikasi besar ikut memasarkannya dan penggunanya pun sudah mencapai ratusan ribu.. Harapannya tentu saja, produk-produk telekomunikasi dan elektronik lainnya seperti VCD, DVD, VCR, Amplifier, Home Theater, Cakram Optik Kosong dan Isi, Water Dispenser, Faksimili, Frizer Rumahan, Kamera Digital/Video dan lainnya seperti yang tercantum dalam lampiran 1 dari peraturan tersebut, dan terutama bagi produsen yang belum memenuhi ketentuan-ketentuan peraturan tersebut, untuk segera menyiapkan diri. Karena jika tidak, pencabutan Surat Izin Usaha Perdagangan dan izin teknis lainnya sebagai sanksinya akan dikenakan.

Setelah beberapa lama kasus antara Kementrian Perdagangan dengan Research in Motion (RIM) ini menjadi perbincangan dan meresahkan baik pengguna BlackBerry maupun Operator Telekomunikasi yang menjualnya, pada hari Kamis 9 Juli, lewat seorang juru bicaranya, Research in Motion (RIM) memastikan tanggal pembukaan kantor layanan purna jualnya. Kantor ini akan dibuka dan beroperasi pada tanggal 26 Agustus 2009, tepat 3 bulan setelah peraturan menteri tersebut diatas ditetapkan. Rupanya janji ini belum juga memuaskan bagi pemerintah. Departemen Komunikasi dan Informasi sebagai departemen teknis yang mengeluarkan sertifikat impor BlackBerry menilai apa yang dijanjikan oleh RIM belum cukup, Departemen Perdagangan kembali menegaskan bahwa RIM harus membuka kantor layanan purna jualnya paling lambat Rabu, 15 Juli 2009. Tenggat waktu tinggal satu hari, apa yang akan menjadi hasil dan kesimpulan dari kasus ini?, kita tunggu saja. Namun demikian, apapun hasil dan kesimpulan dari kasus ini, apa yang telah dan sedang dilakukan oleh Departemen Perdagangan dan Departemen Komunikasi dan Informasi sebagai departemen teknis dalam usaha melindungi hak konsumen/pengguna produk RIM, patut diacungi jempol dan diapresiasi.

Lalu apa hubungan antara kasus yang berkaitan dengan BlackBerry ini dengan Tabung Gas?

Sebuah rumah makan Soto Lamongan di Kedoya, Jakarta Barat terbakar dan menewaskan 7 orang. Kejadian ini masih dalam investigasi pihak kepolisian. Patut diperhatikan apa yang disampaikan oleh Kapolsek Kebon Jeruk, seperti yang dikutip oleh Kompas.com, bahwa berdasarkan keterangan para saksi dan hasil pemeriksaan sementara Puslabfor, ada kemungkinan kebocoran yang berasal dari tabung gas menjadi penyebab terjadinya kebakaran yang mengenaskan tersebut. Dugaan kebocoran tabung gas menjadi penyebab terjadinya sebuah kebakaran bukan baru sekali ini saja mengemuka. Kualitas dari tabung gas yang beredar di pasar dan masyarakat sebagai pengguna menjadi sebuah pertanyaan dan sekaligus kekhawatiran.

Dalam menjawab pertanyaan dan kekhawatiran tersebut, Departemen Perdagangan berencana akan melakukan inspeksi terhadap empat produsen tabung gas dari sepuluh produsen yang mendapatkan kontrak pembuatan tabung gas. Inspeksi ini akan difokuskan untuk memonitor aspek keselamatan dari tabung gas beserta proses produksinya dan memastikan bahwa standar nasional yang terkait dengan kualitas tabung gas dapat dipenuhi oleh para produsen.

Inspeksi ini sangat strategis, terutama jika dikaitkan dengan program konversi minyak tanah ke gas dan tentu saja keselamatan dari masyarakat sebagai pengguna, terutama golongan masyarakat yang menggunakan tabung gas ukuran 3 kg, sasaran utama dari program konversi tersebut.

Jika kita bandingkan antara pengguna BlackBerry yang berjumlah ratusan ribu dan tentu saja masuk dalam kategori rakyat Indonesia yang mampu, dengan pengguna tabung gas ukuran 3 kg yang didominasi oleh rakyat, yang hampir pasti tidak menggunakan BlackBerry, berjumlah jutaan pula, akan didapatkan sebuah gambaran yang menarik. Belum lagi jikalau kenyataan bahwa yang menggunakan BlackBerry pun adalah pengguna tabung gas yang sama juga ikut menjadi konsideran. Supaya gambaran tersebut menjadi semakin menarik dan berwarna-warni, bagaimana jika pertanyaan “kasus manakah yang mendapatkan perhatian lebih dan menjadi prioritas dari pemerintah?”, juga kita tampilkan dalam gambar yang sama. Selamat menggambar, saya ucapkan kepada sidang pembaca.




Read more...

Thursday, July 9, 2009

Situ Patenggang di Masa Tenang

Permohonan cuti sudah disetujui, tinggal persiapan ala kadarnya terus langsung cabut. Libur anak-anak tinggal seminggu lagi, harus dimanfaatkan dengan seoptimal mungkin. Setelah cuma ngendon dirumah dan bermain di dalam dan sekitarnya saja, bosan terasa juga. Pak masak liburan di rumah saja kata anak-anak suatu ketika. Ndilalah kok pas dengan masa tenang pemilu presiden dan wakilnya, jalanan tentunya lebih lengang dan kemungkinan bertemu dengan truk, bus atau kendaraan yang digunakan oleh para pendukung capres yang sedang kampanye, tentunya sudah tak ada. Liburan dan masa tenang telah tiba.

Agak telat memang kita berangkat dari rumah, tapi tak mengapa. Toh pada akhirnya kita mencapai daerah yang kita tuju lebih cepat dari perkiraan semula. Jalanan relative sepi, kecuali daerah seputaran Kopo,Bandung. Tak usah heran, kawasan ini memang sudah terkenal dengan kemacetannya. Begitu keluar dari tol padalarang – cileunyi, belok kanan menuju Soreang, antrean kendaraan sudah dimulai. Maklum saja, penyempitan jalur terjadi sepanjang jalan. Semua badan jalan sudah terpakai, nyaris tak ada ruang tersisa untuk trotoar.


Jam tangan menunjukkan pukul 11:30, Senin, 6 Juli 2009 ketika kami sampai di tempat penginapan. Setelah check-in, kami memutuskan untuk segera berangkat menuju obyek wisata pertama. Udara segar dan dingin terasa, kaca jendela dibuka. Jalan menanjak dua jalur untuk dua arah, harus berhenti ketika angkot berhenti menurunkan atau menaikkan penumpang. Belum lagi kalau pas kita berada persis di belakang truk atau bus, harus ekstra hati-hati. Sesekali terlihat motor berhenti di pinggir jalan, sepasang muda-mudi membelakangi tak mau mudah dikenali. Sebelah kiri tebing, sebelah kanan jurang tak jarang dilewati. Perkebunan strawberry terlihat hampir sepanjang jalan, seorang di depan gerbang melambaikan tangan mengajak untuk sekedar berhenti, melihat kebun dan memetik strawberry, ditimbang dan transaksi pun terjadi. Kami tak berhenti.

Pemandangan sungguh indah, hijau daun teh, kontur tanah dan batuan yang terkadang seolah menyembul dari tanah entah bagaimana caranya dan kapan terjadinya. Subhanallah. Pintu masuk sudah didepan mata. Petugas melongok ke dalam mobil dan menyebut sebuah angka. Uang diberikan, karcis masuk pun didapatkan sebagai gantinya. Turun terus sepanjang hijau daun teh, jalan kecil yang terkadang berlubang di sana sini. Mobil menepi di area kosong sebuah parkiran, sebuah rumah di sebelah kiri dan air tepat di depan mata, banyak jumlahnya.

Entah kenapa kebanyakan orang lebih senang menyebutnya Situ Patenggang, padahal situs wisata ini sebenarnya bernama Situ Patengan. Menurut cerita rakyat, tersebutlah dua orang anak manusia keturunan dewa yang saling mencinta, begitu dalam mestinya. Ki Santang dan Dewi Rengganis saling mencari, sayang tak jelas pula alasan terpisahnya mereka. Akhirnya mereka pun bertemu di sebuah tempat yang kelak disebut sebagai Batu Cinta. Dewi Rengganis meminta dibuatkan sebuah danau dan perahu untuk mengelilinya. Pulau tersebut disebut Pulau Asmara. Siapa saja yang singgah di Batu Cinta dan mengelilingi Pulau Asmara, cinta abadi dan mendalam seperti yang dimiliki Ki Santang dan Dewi Rengganis akan menjadi berkahnya. Duh indahnya. Kami pun naik sebuah perahu dayung untuk menuju Batu Cinta dan mengelilingi Pulau Asmara.



Karena saya lupa menanyakan namanya, kita sebut saja Mang Oyo. Mang Oyo mendayung perahu yang kami tumpangi. Kata Mang Oyo, ada 33 perahu yang beroperasi di Situ Patenggang. Enam diantaranya bermotor. Ukuran perahu rata-rata sama, bisa menampung kira-kira 15 penumpang. Ketika ditanyakan kenapa cuma enam yang bermotor, jawabnya ini aturan dari Koperasi. Semua perahu dimiliki Koperasi dan disewakan. Mang Oyo ini harus menyetor hasil menyewakan dan mendayung perahu kepada Koperasi. Sehari cuma dapat jatah sekali. Pekerjaan menyewakan dan mendayung perahu ini cuma sambilan saja., menjadi pemetik daun teh adalah yang utama. Ceritanya lagi, sehari kira2 bisa memetik 50 kg daun teh, dan hanya kira2 10 kg saja pada saat musim kemarau. Satu kilogram daun teh dihargai Rp. 350,00. Hitung sendiri berapa yang bisa dibawanya pulang setiap harinya. Produk teh yang dihasilkan perkebunan ini dikenal dan dijual dengan nama Teh Walini. Enak lho tehnya, cobain aja kalau nggak percaya.



Ah minum bandrek setelah mengelilingi situ tentu uenaak mestinya. Siapa tahu bisa membantu melawan dinginnya udara. Merek bandrek yang bisa dijumpai di warung-warung di sekitar situ adalah bandrek Abah. Bandrek Abah ini mulai diproduksi sejak tahun 1982, tanpa bahan pengawet dan ada expire datenya. Jangan lupa “Kocok Sebelum di Konsumsi” seperti yang tertulis di label baru yang terpasang di tiap botolnya.



Warung-warung di seputaran Situ ada puluhan jumlahnya. Mulai yang menawarkan sekedar gorengan, strawberry segar, juice strawberry botolan, ayam goreng dan bakar, bakso, dan cindera mata. Tak ada yang menarik saya untuk membelinya, sayang ya, sebenarnya dengan membelinya kan bisa menaikkan tingkat konsumsi pasar dalam negeri yang pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap positifnya angka pertumbuhan ekonomi, cuma tiga negara di Asia lho yang angka pertumbuhan ekonominya tetap positif dan tak mengalami kontraksi walaupun krisis sedang melanda dunia, hebat kan Indonesia….hahahaha. Perjalanan saya terhenti di depan sebuah warung yang menawarkan kaca mata. Lihat sendiri photonya, anda pasti bisa menebak apa alasan saya berhenti di depannya.



Waktunya pergi meninggalkan Situ tiba, sudah pukul 14:30,saatnya menuju obyek wisata kedua seperti dalam rencana. Ternyata di pintu keluar seorang pengamen sudah menyiapkan lagu perpisahan sekaligus ajakan untuk kembali datang, entah kapan.





Read more...

Thursday, July 2, 2009

Garuda Di Dadaku

Untung ada Ikranegara. Itu yang ada di kepala begitu selesai nonton film Garuda di dadaku. Tapi pikiran ini segera aku pinggirkan ketika anakku kelihatan senang, beranjak dari kursinya. Bagus ya Pak filmnya?, besok main bola lagi aaah. Saya tersenyum mengiyakan. Sesampai di rumah dan setelah anak-anak tidur menjemput mimpi mereka, saya utarakan pendapat tadi ke belahan jiwa alias ibunya anak-anak. Rupanya, pendapatnya kurang lebih sama juga. Yang penting kan anak-anak senang menontonnya. Mungkin karena capek, seperti itu saja tanggapannya.

Tapi bener lo, film ini tertolong oleh aktingnya Ikranegara, sementara yang lain sih aktingnya biasa-biasa aja. Ramzi oke juga lah, celetukan2 Arab-Betawinya mampu menyegarkan jalinan cerita. Rasa-rasanya konflik yang dibangun kok terlalu gampang diselesaikan. Rasa-rasanya juga, pesan titipan dari sebuah shampoo terasa terlalu vulgar disampaikan. Belum lagi untuk seorang anak yang berumur 13 tahun, “kebohongan-kebohongan” yang disajikan untuk mengelabui kakeknya sungguh terasa kecanggihan. Apa saya yang ketinggalan ya?, bahwa ternyata anak-anak sekarang memang lebih pintar dibandingkan jaman saya….hahahahaha.


Konflik yang ada beserta pesan-pesan moral yang ingin disampaikan, sebenarnya mempunyai potensi yang dapat menyedot simpati penonton. Bagaimana tidak?, seorang anak (Bayu) yang punya bakat main bola dan mimpi untuk bermain sebagai Timnas Indonesia, sementara Kakek yang ikut merawatnya punya trauma terhadap bola. Sebuah trauma karena anaknya sendiri (Bapaknya Bayu) yang juga punya hobi dan bakat bola, mengalami cedera justru pada saat mengikuti seleksi TimNas dan cedera ini yang membuat karir bolanya terhenti. Cedera seperti apa sih yang membuat karir bolanya terhenti?, ini tidak tersampaikan, yang jelas Bapaknya Bayu ketika meninggal profesinya adalah sopir taksi. Menurut sang Kakek yang pensiunan pegawai Pertamina, sopir taksi adalah sebuah profesi yang tidak identik dengan gambarannya tentang sebuah “kesuksesan”. Ini yang menjadi trauma sang Kakek. Oleh karenanya, Bayu yang merupakan cucu satu2nya harus dijauhkan dari bola. Menjadi pemain bola tidak akan mengantarkannya kepada “kesuksesan” itu tadi. Dalam sebuah adegan, sang Kakek berujar dengan sinisnya,”jangan jadi pemain bola apalagi di Indonesia, walaupun sekarang pemain bola dibayar mahal, kalau cedera bagaimana?, lha wong yang cuma nonton aja juga mungkin cedera”. Nah lho, gimana tuh PSSI?

Film ini, sebetulnya perjuangan Bayu menggapai mimpinya menjadi pemain Timnas dan pada saat yang sama ingin menyampaikan pesan bahwa apa yang menurut orang tua baik bagi seorang anak atau cucu, ternyata belum tentu baik bagi si anak atau cucu itu sendiri. Bagaimanapun, seorang anak atau cucu itu mempunyai dunianya sendiri, dan dunia mereka ini sungguh masih sangat susah dimengerti dan dipahami oleh sebagian dari kita yang lebih tua dibandingkan dari mereka. Film ini sebenarnya juga ingin membedah tentang stereotip pemikiran, gambaran dan definisi tentang “sukses”. Sukses yang dimengerti, dipahami dan diyakini oleh kebanyakan orang tua. Sebuah kegagapan generasi tua untuk menghadapi dan menyikapi generasi yang lebih muda. Kahlil Gibran menggambarkan kegagapan ini dengan indahnya.

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu.
Mereka adalah putra putri dari kehidupan yang merindukan dirinya sendiri,

Mereka datang melaluimu tetapi bukan darimu,
Dan walaupun mereka tinggal bersamamu, mereka bukanlah milikmu.

Kau dapat memberikan kasih-sayangmu tetapi tidak pikiranmu,
Karena mereka mempunyai pemikiran sendiri.

Kau dapat memberikan tempat untuk raga tetapi tidak untuk jiwa mereka,
Karena jiwa mereka menghuni rumah masa depan, yang tak dapat kau kunjungi, bahkan tak juga dalam mimpi-mimpimu.

Kau dapat berupaya keras untuk menjadi seperti mereka, tetapi jangan mencoba membuat mereka sepertimu,
Karena kehidupan tidak berjalan ke belakang juga tak tinggal di masa lalu.

Kau adalah busur dari mana anak-anakmu melesat ke depan sebagai anak panah hidup…
Sang pemanah melihat sasaran di atas jalur di tengah keabadian, dan DIA meliukkanmu dengan kekuatanNYA sehingga anak panahNYA dapat melesat dengan cepat dan jauh.

Biarkanlah liukkanmu di tangan sang pemanah menjadi keceriaan;
Bahkan DIA pun mengasihi anak panah yang terbang, demikian juga DIA mengasihi busur yang mantap.


Film ini juga berupaya untuk menyampaikan kritik. Perjuangan Bayu untuk mencari sebuah lapangan bola yang dapat dijadikan sebagai tempat latihan, sungguh luar biasa. Maklum hampir setiap jengkal tanah yang ada di Jakarta ini sudah jadi beton, kalaupun masih ada yang berupa tanah yang berumput, sudah dipagarin dan digembok orang. Ini masalah kita sebagai bangsa. Pertanyaan bagaimana kita mengatur tata ruang dan wilayah, sampai sekarang belum terjawab dengan tuntas. Kalapun kita sudah berusaha menjawabnya, kita baru sekedar menjawabnya. Antara apa yang menjadi jawaban kita dan apa yang kita lakukan masih belum sejalan. Contoh yang masih terekam diingatan adalah kasus Lumpur Sidoarjo dan Situ Gintung.

Jadi sekali lagi, tema yang dicoba untuk disampaikan sebenarnya mempunyai potensi yang lebih untuk dieksplorasi, dibandingkan dengan apa yang telah disajikan.

Tapi ya, mbuh ra ruh. Toh bagi saya dan belahan jiwa, dan mungkin juga anda para orang tua, yang penting anak-anak senang menontonnya, pas liburan sekolah lagi. Entah bagi produser dan sutradaranya.




Read more...

Tuesday, June 30, 2009

Seorang Remaja (dari Cirebon) Bertahun Kemudian

Cirebon, sebuah kota di pantai utara Jawa. Apa coba yang ada di otak anda ketika orang menyebut nama “Cirebon”?. Nasi Jamblang, nasi lengko, empal gentong, tahu gejrot, perkampungan nelayan, kota udang, pemandian air hangat di Kuningan, lapangan terbang Kalijati, you name it. Pendek kata, banyak hal yang bisa diasosiasikan dengan Cirebon.

Semuanya dimulai di abad 14, Muara Jati nama sebuah perkampungan nelayan. Seorang yang bernama Ki Gedeng Tapa dipercayakan menjadi pemimpin perkampungan yang sekaligus menjadi pelabuhan bagi Kerajaan Galuh. Banyak kapal berdatangan, garam, hasil pertanian dan terasi menjadi primadona perdagangan.

Ki Gedeng Tapa juga mendirikan sebuah pemukiman di lemah wungkuk, kurang lebih 5 km selatan Muara Jati. Gelar Kuwu Cerbon diberikan kepadanya. Setelah wafat, kepemimpinannya dilanjutkan oleh menantunya, Walangsungsang, yang kelak diangkat menjadi Adipati Cirebon dengan gelar Cakrabumi.

Kewajiban untuk mengirimkan upeti nampaknya memberatkan bagi Cakrabumi, setelah dirasa kuat secara ekonomi dan militer, dihentikanlah tradisi pengiriman upeti tersebut. Pertempuran terjadi, Cakrabumi memegang kendali. Sebuah Kerajaan baru didirikan dengan nama Cirebon dan gelar barunya pun diumumkan, Cakrabuana.


Karena letaknya yang berbatasan dengan Jawa Tengah, sebagian penduduk Cirebon bisa berbahasa Jawa dan sebagian lainnya berbahasa Sunda. Beberapa dari mereka malah menguasai keduanya. Maka tak heran jika Cirebon juga terkenal dengan sebutan “Caruban”, yang artinya campuran. Ini tentu saja masuk akal, mengingat bahwa penduduk Cirebon merupakan campuran dari keturunan Jawa, Melayu, Sunda, Cina dan Arab, yang tentu saja menciptakan budaya caruban itu tadi.

Sebuah perkampungan nelayan telah berubah menjadi sebuah kota penting kedua setelah Bandung, sebagai ibukota propinsi Jawa Barat. Letaknya yang berada di jalur utama utara pulau Jawa meneguhkan nilai penting dan kestrategisannya.

Kalender penanggalan menunjukan tanggal 5 Agustus 1989. Daerah sekitaran Dago seakan memutih, maklum banyak yang mengenakan seragam putih-putih. Dasi hitam juga tak ketinggalan. Senyum pun bertaburan, maklum hari pertama kuliah, setelah rangkaian panjang kelulusan SMA, UMPTN, daftar ulang akhirnya hari pertama itu pun tiba.

Hari itu juga merupakan hari di mana kesempatan mengenal lebih jauh tentang Cirebon seolah terbuka. Seorang remaja dari Cirebon, tinggi di atas rata-rata, sawo matang, dengan potongan rambut cepak, “njegrak” kata orang jawa, dan senyumnya yang renyah, seakan memberi gambaran yang lain dan mendalam tentang budaya caruban. Logat Sunda yang demikian kentalnya, tapi toh bahasa jawa pun bisa. “Nama saya Gunawan, asli Cirebon, hobi saya main voli” begitu katanya ketika saat perkenalan tiba.

Bola voli di kampus ini seolah selalu didominasi oleh jurusan lain seperti Mesin, Sipil dan Geologi. Tanpa mengecilkan peran anggota tim lainnya seperti Chandra Jamil Dalimunthe, Arnold Makasau Rivai, dlsbg, semenjak bergabungnya Gunawan kedalam tim bola voli HMFT, peta kekuatan itu berubah. Nama HMFT semakin sering terdengar dibicarakan di GKU, Student Centre, dimanapun perbincangan yang menyangkut UBV Cup, sebuah turnamen bola voli tahunan antar himpunan dibicarakan. Saya ingat betul, ketika suatu saat HMFT berhadapan lawan HIMAFI. Setiap saat bola dimenangkan oleh HIMAFI gumaman, “nggak papa toh kita menang teknik”, seringkali terdengar keluar dari kerumunan supporter HMFT seakan membela diri.

Tak cukup hanya di kampus saja, Gunawan juga memberikan kontribusinya di lingkungan tempat tinggalnya. Hampir semua kegiatan seperti peringatan 17-an, Karang Taruna diikutinya dengan sepenuh hati. Kontribusi dan keikhlasannya dalam beraktifitas ini lah yang membuatnya pernah mendapatkan tawaran untuk menjadi RT di lingkungan tempat tinggalnya. Sebuah kehormatan mengingat usianya yang masih tergolong belia dan keengganan hampir setiap orang untuk mengemban kewajiban yang melekat kepadanya.

Tapi hidup memang kadang terasa tidak adil, tapi semangat hidup tetap haruslah tinggi. Kehidupan seperti tidak sedang memihaknya, tapi segala daya dan upaya harus tetap dicoba. Berjualan sepatu doc mart cibaduyut, membuka persewaan computer, manggung sebagai crew karawitan cirebonan di acara kawinan adalah wujud daya dan upaya itu. Adalah wajibnya manusia berusaha, sementara hasilnya, lillahita’ala.

Seruling bambu yang sering dimainkan Gunawan di sela-sela jam kuliah, seperti membantu menjawab keresahan-keresahan hidup dan pada saat yang sama berteriak menantang ketidak berpihakan itu. Merdu mendayu sekaligus mengharu biru.

Harus kita sadari bahwa setiap manusia selalu mempunyai “ruang sunyi” dalam dirinya. Sebuah ruang yang tak semua orang, termasuk kawannya sendiri pun perlu tahu, karena memang “ruang sunyi” itu hanya untuk dirinya dan Sang Maha Sunyi yang memilikinya. Demikian pula dengan Gunawan, tak banyak yang kami tahu.

Doa tulus kami panjatkan, selamat jalan untuk Gunawan, seorang remaja (dari Cirebon) bertahun kemudian.


Read more...

Thursday, June 11, 2009

Adakah JELITA Dari Garut? Kalau JELATA Ada

Keberadaan Kabupaten Garut tak lepas dari pembubaran Kabupaten Limbangan pada tahun 1811 oleh Daendels. Alasan Daendels pada saat itu adalah karena produksi kopi yang menjadi andalan menurun drastis sampai ke titik paling rendah. Oleh Raffles, pada tahun 1813, Kabupaten Limbangan dibentuk kembali. Pada saat usaha untuk melakukan pencarian lokasi yang ideal untuk dijadikan sebagai Ibukota Kabupaten, tim ekspedisi, gitu kali ya, menemukan sebuah telaga kecil yang tertutup oleh semak belukar. Seorang anggota tim tergores tangannya. Dalam bahasa lokal, tergores disebut sebagai “kakarut”. Salah satu anggota tim yang berasal dari Eropa bertanya, ‘kenapa tangannya berdarah?”, orang yang tergores menjawabnya,”kakarut”. Lidah orang Eropa berbeda tentunya dan melafazhkan “kakarut” menjadi “gagarut”. Lokasi dimana telaga kecil tersebut ditemukan kemudian disebut sebagai Ci Garut. Seiring perjalanan waktu lebih terkenal dan sering disebut sebagai Garut. Ini sekilas cerita tentang sejarah Garut, seperti yang tertulis di dalam situs resmi pemerintah Kabupaten Garut, dimana di-”header”nya tertulis ungkapan “PEMERINTAH KABUPATEN GARUT in your finger click”.

Terus terang, jarang sekali saya melewati Garut ketika mudik lebaran, sebagai contohnya. Preferensi saya, pas mudik, adalah melewati pantura. Tetapi, pesona Garut, berdasar cerita teman-teman yang sering melewati dan berwisata di sana, terus menggoda saya. Cerita tentang betapa indah dan asyiknya bermain dan bercengkerama dengan ombak di pantai Santolo, berlayar menggunakan rakit ke tengah Situ Bagendit, Sampireun yang menawarkan pengalaman eksotis, dan tentu saja dodol Garutnya. Liburan sekolah besok, mungkin waktu yang tepat untuk menjawab dahaga itu. Anda pernah ke Garut?, bagi-bagi ceritanya dong.

Kembali ke pertanyaan yang merupakan judul dari tulisan ini. Jawabnya ya jelas, tentu saja ada, dengan penuh keyakinan saya menjawabnya. Sudah pasti banyak gadis jelita ada di atau berasal dari Garut. Kalau nggak percaya, sok tanyakeun ka Pak Wakil Bupati Dicky Candra, salah seorang selebriti kita yang berhasil memenangkan pilkada bersama pasangannya, Aceng H.M Fikri, S Ag. Kalau tidak salah Rieke Dyah Pitaloka, si Oneng yang lugu itu, yang besok akan dilantik sebagai anggota DPR RI itu, berasal dari Garut lho. Rieke mestinya bisa menjadi salah satu contoh jelita yang berasal dari Garut, kalau anda masih saja tidak percaya.

Selain dari banyaknya jelita-jelita yang ada di atau berasal dari Garut, tentu saja Garut juga punya jelata. Salah satu jelata dari Garut yang menghebohkan kita semua sekarang ini adalah Siti Hajar. Seorang janda beranak dua, 33 tahun umurnya. Betapa tidak menghebohkan kita semua, jikalau sekujur tubuhnya terlihat mengenaskan. Saya juga tidak bisa membayangkan, apa yang akan saya atau anda lakukan jika selama hampir 3 tahun bekerja, sepeserpun imbalan yang merupakan hak tak pernah diberikan. Siraman air panas dan bentuk penyiksaan lainnya yang justru sering didapatkan. Semoga saja kedua anaknya bisa mengenalinya, ketika bertemu sekembalinya dari Malaysia.

Tolong jawab pertanyaan saya, “apa yang anda lakukan jika gaji anda terlambat diterima?”, terlambatnya nggak usah lama-lama deh, cukup dua minggu saja. Apa yang anda lakukan coba?.

Situs resmi pemerintah Kabupaten Garut juga menyebutkan bahwa pihak keluarga Siti Hajar sedang memproses dokumen keberangkatan mereka ke Malaysia dan biayanya akan ditanggung oleh PJTKI yang memberangkatkannya. Siti Hajar, sementara ini masih berada dalam perawatan sebuah rumah sakit di sana. Kabarnya Dubes kita di Malaysia dan utusan pemerintah pusat sudah menemuinya, seperti yang diberitakan oleh beberapa media masa elektronik. Dalam sebuah wawancara antara utusan pemerintah pusat dan anchor berita sebuah TV swasta, utusan pemerintah pusat menyampaikan bahwa Siti Hajar adalah seorang wanita yang bermental luar biasa. Untuk Siti Hajar, semoga cepat sembuh dan mendapatkan keadilan yang dicari.

Aaaah, pikiran saya tetap saja tak lepas dari pertanyaan, kok bisa ya gaji tidak diterima setelah hampir dua tahun bekerja?, sementara sebuah hadits Nabi mengatakan untuk memberikan upah pekerja sebelum kering keringatnya.


Read more...

Saturday, May 23, 2009

Ini Jelas Kasus “Conflict of Interest” !!!

Teman saya yang satu ini tergolong cemerlang karirnya. Sebut saja namanya Adi, nggak papa kan, kan nggak pakai “h”?. Adi ini termasuk seorang yang loyal terhadap perusahaannya, sebuah perusahaan manufaktur yang tergolong besar di tanah air. Kurang lebih sepuluh tahun dihabiskan karirnya di divisi produksi. Sampai suatu ketika dimana Adi mendapat promosi dan kesempatan rotasi di perusahaan tempat dia bekerja.

Divisi baru dimana Adi mendapat kesempatan rotasi adalah divisi pengadaan dan pembelian. Divisi basah kata banyak orang. Kalau menurut saya, basah saja tidak cukup menggambarkan kondisi yang sebenarnya dari situasi divisi ini di perusahaan tempat Adi bekerja. Adalah sudah menjadi sebuah kelaziman, setelah beberapa tahun menduduki jabatan di divisi tersebut, orang mampu membeli rumah di sebuah kawasan elit di daerah Jakarta Selatan, yang lebih dikenal sebagai kawasan Pondok Indah. Jadi basah saja tidak cukup, mestinya basah kuyup menurut ukuran saya.

Setelah lama tak dengar kabarnya, sebuah kabar mencengangkan sampailah ke telinga saya. Seolah menguatkan pilihan gambaran tentang jabatan dan divisi barunya yang basah kuyup itu tadi, Adi bercerita bahwa dalam satu triwulan, penghematan belanja yang dapat dilakukannya sebesar kurang lebih lima milyar rupiah katanya. Luar biasa. Bentuk apresiasi yang diterimanya terhadap prestasi penghematan belanja tersebut juga luar biasa. Dia dapati kaca belakang mobilnya dipecah orang di suatu sore ketika hendak pulang.

Adi juga bercerita bahwa sebuah ajakan makan siang dari salah satu Supplier perusahaannya ditolaknya, padahal ajakan ini dilakukan pas di jam makan siang dan tidak dilakukan dalam sebuah frekuensi yang bisa disebut “keseringan”. Dia takut ini ntar jadi sebuah kasus “conflict of interest”. “Apa yang saya terima dari perusahaan sudah cukup bagi saya dan keluarga”, itu katanya. Macam Warren Buffet saja kataku kepadanya.

———xx0O0xx———

Pernah dengar orang memberikan sejumlah uang per bulan kepada orang lain karena orang tersebut mau membuka sebuah rekening bank, akan tetapi buku tabungan dan kartu ATMnya tidak dalam pegangannya, alias dalam kuasa orang yang memberikan uang bulanan itu?. Saya pernah mendengarnya, akan tetapi susah dan bahkan tak mampu saya untuk membuktikannya. Meminjam istilah Pak Fuad Bawazier, seperti yang pernah dikutip oleh inilah.com, ini macam “tim kentut”. Terasa dampaknya, susah membuktikannya.

Kabar yang saya dengar, transaksi semacam ini dilakukan untuk mengakali kepandaian lembaga-lembaga yang berwenang, termasuk PPATK, untuk melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan kasus gratifikasi di proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan, termasuk BUMN dan Swasta. Sekali lagi, benar atau tidaknya, saya tidak bisa mempertanggung-jawabkannya. Tapi kalau memang seperti itu kejadiannya, kemungkinan besar ini jelas kasus “conflict of interest”. Terlepas berapa besar gratifikasi yang diberikan, kan ada aturannya. Misalkan kalau berupa barang, jika harga barang tersebut melebihi sebuah angka, laporan harus diserahkan ke lembaga yang terkait, demikian pula kalau berupa uang, pasti ada juga angka batasannya. Tapi saya bener kan?, memang ada aturannya kan?

———xx0O0xx———

Isu-isu seputar Neolib vs Kerakyatan, kebersahajaan dan kesederhaan telah banyak dibahas di mana-mana, bahkan isu Neolib sempat membuat Rizal Mallarangeng sebagai juru bicara pasangan SBY-Boediono sewot karenanya, tampaknya isu tersebut belum juga akan reda. Isu-isu baru juga sudah mulai menjadi wacana, seperti kasus BLBI, kekayaan Prabowo yang tak akan mampu beliau habiskan sendiri, termasuk bagaimana Prabowo mendapatkan dan membelanjakannya.

Tulisan ini tentang “conflict of interest” yang oleh pasangan SBY-Boediono disebut-sebut dalam pendeklarasian mereka. Nampaknya pembahasan tentang apa itu sebenarnya “conflict of interest”, bagaimana supaya ia dimengerti dan dipahami oleh rakyat jelata, apa saja batasan-batasannya, beserta alasan-alasan kenapa ia harus dihindari, dan siapa sih yang mempunyai “conflict of interest” dalam menjalankan tugasnya, dalam kasus apa, sampai ungkapan ini menjadi bagian dari pidato pendeklarasian, masih belum mendapatkan porsinya, setidaknya itu menurut rakyat jelata seperti saya.

Kembali ke pertanyaan saya, “CONFLICT OF INTEREST ITU APA SEBENARNYA?”.

Mohon pencerahannya.



Read more...

Thursday, May 21, 2009

ALUTSISTA DALAM RENCANA PEMBANGUNAN 2004 – 2009

Duka mendalam mengiringi doa saya untuk para korban, keluarga, TNI Angkatan Udara, dan tentu saja kita sebagai sebuah bangsa. Semoga arwah para korban diterima oleh Allah SWT sesuai dengan amal baiknya dan bagi mereka yang ditinggalkan dapat menghadapinya dengan penuh ketabahan. Dan untuk kita sebagai bangsa bersama-sama melakukan langkah-langkah semestinya sehingga kejadian tragis seperti ini tidak berulang di kemudian hari.

Seperti dikutip oleh Kompas.com, Menhan Yuwono Sudarsono menyatakan bahwa anggaran pertahanan yang turun dari tahun ke tahun mengakibatkan pengadaan alat utama sistem senjata baru bagi TNI tidak dapat dilakukan. Sedangkan untuk pemeliharaan dan perawatan alat utama sistem senjata yang ada, hanya tersedia di bawah sepuluh persen dari alokasi yang diberikan."Idealnya, untuk pemeliharaan dan perawatan dananya sekitar 20 hingga 25 persen dari alokasi anggaran yang ada. Sekarang nyatanya hanya dibawah sepuluh persen," ungkap Juwono.

Berikut ini adalah sasaran-sasaran pembangunan dalam hal peningkatan kemampuan pertahanan negara seperti yang tertulis di bab 7 dari Peraturan Presiden no 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004 -2009.

1. Tersusunnya Rancangan Postur Pertahanan Indoneisa berdasarkan Strategic Defense Review (SDR) dan Strategi Raya Pertahanan dalam periode 2005–2006 yang disusun sebagai hasil kerjasama civil society dan militer;

2. Meningkatnya profesionalisme anggota TNI baik dalam operasi militer untuk perang maupun selain perang;

3. Meningkatnya kesejahteraan prajurit TNI terutama kecukupan perumahan, pendidikan dasar keluarga prajurit, jaminan kesejahteraan akhir tugas;

4. Meningkatnya jumlah dan kondisi peralatan pertahanan ke arah modernisasi alat utama sistem persenjataan dan kesiapan operasional;

5. Meningkatnya penggunaan alutsista produksi dalam negeri dan dapat ditanganinya pemeliharaan alutsista oleh industri dalam negeri;

6. Teroptimasinya anggaran pertahanan serta tercukupinya anggaran minimal secara simultan dengan selesainya reposisi bisnis TNI;

7. Terdayagunakannya potensi masyarakat dalam bela negara sebagai salah satu komponen utama pertahanan negara.




Read more...

Monday, May 18, 2009

“Pak, kita minggu depan aja berenangnya”, Sebuah Pelajaran Dari Anakku

Minggu kemarin saya sekeluarga pergi ke sebuah hotel, dengan tujuan untuk menikmati promo brunch sebuah kartu kredit dan berenang di kolam hotel tersebut. Reservasi sudah dilakukan beberapa hari sebelumnya dan pada saat melakukannya jelas sudah bahwa berenang merupakan bagian dari promo tersebut.

Minggu pagi, anak-anak bersemangat sekali mengetahui bahwa mereka akan diajak berenang, tanpa mengetahui dimana mereka akan melakukannya. Nurut sekali mereka pagi hari itu…hehehehehe.

Sesampai di hotel, kami langsung menuju ke lokasi resto dan menemui waitressnya. Reservasi sudah pasti atau konfirm. Karena waktu penyajian masih lama, seperti rencana semula, kami pun ingin berenang. Entah karena saya salah strategi atau bagaimana, he he he, waitressnya bilang bahwa kolam renang hanya untuk tamu hotel. Betul bahwa promo brunch ini termasuk berenang, akan tetapi voucher berenangnya hanya akan diberikan setelah kami menikmati brunch dan digunakan untuk pada kesesempatan atau kunjungan kami berikutnya. Ini strategi marketing mereka dalam hati saya.

Melihat perubahan muka dan mood anak-anak, maklum mereka nurut sekali pagi hari tadi karena janji berenang itu tadi, saya pun mencoba memutar otak. Sambil berpikir, saya mengajak mereka jalan-jalan di seputaran kolam dan taman, siapa tahu dapat ide brilian.

“Kok cuma muter-muter aja sich Pak?, kapan berenangnya?”, akhirnya saya berikan penjelasan kepada mereka, walaupun saya tahu mereka sendiri mendengar pembicaraan saya dengan waitress tadi, bahwa kita diperbolehkan berenang jika kita mempunyai vouchernya, dan kita belum punya. Itu masalahnya, tapi jangan ngambek dulu, Bapak akan coba cari caranya.

Akhirnya saya dapat caranya. Setelah berdiskusi sebentar dengan penjaga kolam renang, sebuah konsensus berdasar sebuah pengertian pun kami dapatkan, tanpa melibatkan uang, benar-benar bermodalkan sebuah kesepahaman. Saya pun melangkah gembira mendekati anak-anak saya yang duduk di pinggir kolam dengan muka yang ditekuk. “Ayo kita berenang sekarang,” ajak saya. “Emang Bapak punya vouchernya?, nggak punya kan?, udah lah Pak, kita minggu depan aja berenangnya,” kata anak saya. “Nggak papa Nak, Bapak udah bicara-bicara sama abangnya, boleh kok kata dia”, jawab saya mencoba meyakinkannya. “Pak, kan kita nggak punya vouchernya, berarti kita nggak berhak berenang di sini,” diulanginya pernyataan yang sama.

Saya tak mencoba untuk memaksakannya, toh waktu brunch-nya tinggal sebentar lagi, kemudian saya ajak mereka menikmati fasilitas play ground yang ada di sekitar kolam. Bermainlah mereka berdua dengan senangnya, sementara saya berdua dengan ibunya duduk manis di sebuah bangku sambil menikmati sisa pagi hari minggu itu.

Terpikir juga rasa jengkel saya kepada anak-anak, Bapak sama Ibunya sudah berusaha, pengertian dan kesepahaman sudah didapatkan, eeee malah ditolak sama anak-anak dengan alasan hak, sebuah logika sederhana anak-anak, karena tidak punya voucher, berarti tidak berhak.

Di tengah kejengkelan saya, sembari duduk manis bersama istri, saya teringat sebuah cerita. Tentang seorang pensiunan Letnan Kolonel buta yang sangat sinis terhadap lingkungannya dan bahkan dirinya sendiri. Perjalanan karir militernya sudah sedemikian dekat dengan pucuk kekuasaan, karena satu dan lain hal, dia gagal mendapatkannya. Tapi saya tak hendak bercerita tentang pribadi dia. Penolakan anak saya dan pidato si Letnan Kolonel ini yang berkecamuk di pikiran saya.

Seorang anak muda dalam sebuah sidang komite disiplin di tempatnya berkuliah, sebuah tempat kuliah bergengsi, dimana banyak pemimpin negeri telah dilahirkannya. Tuduhannya adalah dia menjadi otak sebuah tindakan yang mempermalukan sang Rektor di depan seluruh isi kampus. Dalam sidang komite disiplin tersebut si Letnan Kolonel sempat memberikan pidato pembelaannya.

“Anak ini tidak mau menjual masa depannya, dan ini saudara-saudara adalah apa yang saya sebut sebagai integritas, keberanian. Sebuah kombinasi dari keduanya yang seharusnya membentuk pemimpin-pemimpin kita. Sudah sering bahkan berkali-kali saya harus berhenti di persimpangan dalam kehidupan saya. Saya selalu tahu dan sadar mana jalan yang benar, tapi saya tak pernah mengambilnya. Anda tahu kenapa?, karena jalan itu terjal dan mendaki. Sementara anak ini, dia sedang berhenti di persimpangan, dia sudah memutuskan jalannya, jalan yang benar, jalan yang dilandasi oleh sebuah prinsip, yang menunjukkan dan membentuk karakternya. Berilah kesempatan padanya untuk melanjutkan perjalanan hidupnya”.

Aaah, akting Al Pacino dalam Scent of a Woman memang sungguh luar biasa dan entah kenapa sangat susah mencari pelajaran seperti itu di tengah hingar bingar politik negeri tercinta. Saya dekati anak saya, saya usap rambutnya, saya pandang kedua matanya, “Nak, terima kasih atas pelajarannya,” sambil saya cium keningnya.

Saya lihat ibunya, jangan-jangan dia juga minta….hahahahahaha

Ini link video speechnya Al-Pacino dalam Scent of a Woman
http://www.youtube.com/watch?v=dH4p9BQ3V9o


Read more...

Friday, May 15, 2009

BOEDIONO - INDONESIA MENGGUGAT

Seolah menjawab pertanyaan banyak orang, kenapa Bandung dipilih sebagai kota dimana deklarasi pasangan SBY ber BUDI dilangsungkan, Boediono dalam pidatonya menyinggung sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. “Di kota Bandung ini Bung Karno membacakan pembelaanya di depan hakim kolonial Belanda dengan judul INDONESIA MENGGUGAT”, demikian katanya.

Berikut adalah penggalan pembelaan Bung Karno yang diberinya judul INDONESIA MENGGUGAT;

…kami menyerahkan segenap raga dengan serela-relanya kepada tanah air dan bangsa, juga kami menyerahkan segenap jiwa kepada Ibu Indonesia dengan seikhlas-ikhlasnya hati. Juga kami adalah mengabdi kepada suatu cita-cita yang suci dan luhur, juga kami adalah berusaha ikut mengembalikan hak tanah air dan bangsa atas peri kehidupan yang merdeka. Tiga ratus tahun, ya walau seribu tahunpun, tidaklah bisa menghilangkan hak negeri Indonesia dan rakyat Indonesia atas kemerdekaan itu. Untuk terlaksananya hak ini maka kami rela menderitakan segala kepahitan yang dituntutkan oleh tanah air itu, rela menderitakan kesengsaraan yang dimintakan oleh Ibu Indonesia itu setiap waktu.

Memang tanah air Indonesia, bangsa Indonesia, Ibu Indonesia, adalah mengharap dari semua putera-putera dan puteri-puterinya pengabdian yang demikian itu, penyerahan jiwa-raga yang tiada batas, pengorbanan diri walau yang sepahit-pahitnyapun kalau perlu, dengan hati yang suci dan hati yang ikhlas. Putera-putera dan puteri-puteri Indonesia haruslah merasa sayang, bahwa mereka untuk pengabdian ini, masing-masing hanya bisa menyerahkan satu badan saja, satu roh saja, satu nyawa saja, --dan tidak lebih.

Menjawab kontroversi tentang pencalonannya, stigma neolib terutama, Boediono berkata, "Perekonomian kita tidak bisa diserahkan sepenuhnya pada pasar bebas. Selalu diperlukan intervensi dengan aturan main yang jelas dan adil. Pemerintahan harus berjalan cepat,tepat dan akuntabel. Itulah yang harus diselenggarakan negara. Negara juga tidak boleh terlalu campur tangan, tapi negara juga tidak boleh tidur. Untuk itu diperlukan pemerintahan yang bersih. Dan pemerintah yang bersih itu tidak bisa dipidatokan. Pemerintahan yang bersih harus dimulai dengan ketauladanan dan kepemimpinan, Dan Indonesia butuh pemimpin yang tidak memperdagangkan kekuasaan”

Boediono juga mengungkapkan bahwa korupsi telah menggerogoti efektifitas negara dan bahwa pemberantasan korupsi harus terus dijalankan. Boediono sadar bahwa dalam pemberantasan korupsi ini kerja belum selesai. sebuah langkah yang tegas harus diambil

Pidato Boediono diakhiri dengan pernyataannya,"Saya siap bekerja mulai hari ini". Inilah INDONESIA MENGGUGAT jilid dua seolah itu teriakannya.

Pak Boediono, Selamat Bekerja




Read more...

TO MEASURE IS TO KNOW;Bagaimana Mengukur Performa Sebuah Pemerintahan?

Sebuah diskusi kecil2an sering kami adakan di pagi hari sebelum tancap gas dengan day-to-day business di kantor. Kita menyebut diskusi ini sebagai Forum Negara Pancasila, persis seperti judul sebuah acara radio pada era 80-an. Bagaimana kabar si Bapak pengisi acara itu ya? Siapa sih namanya?, Masih ingatkah anda? Namanya Bapak Tejo Sumarto SH, saya jadi kangen dengar suaranya.

Dalam salah satu diskusi kecil2an itu topik yang dibahas adalah bagaimana mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan sebuah pemerintahan? Apakah mungkin menggunakan prinsip atau metode yang sering dipakai dalam mengukur keberhasilan atau kegagalan sebuah perusahaan? . Jikalau sebuah perusahaan menggunakan Key Performance Indicator (KPI) sebagai alat untuk mengukurnya, terus apa dong KPI sebuah pemerintahan?. Jika sebuah perusahaan menggunakan bottom line atau profit margin sebagai ukuran, kan sebuah pemerintahan tidak mengenal yang namanya bottom line atau profit margin. Jadi bagaimana mengukur keberhasilan sebuah pemerintahan?

Bagaimanapun mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan itu perlu dan wajib hukumnya. Dengan mengukurnya, kita membuka pintu untuk memperbaiki kekurangan yang ada. Persis seperti apa yang pernah dinyatakan oleh Lord Kelvin, seorang ilmuwan Inggris dengan pernyataannya, “if you can not measure it, you can not improve it”. Karena kita punya niat untuk memperbaiki keadaan, mestinya kita harus bisa dan mau mengukur keberhasilan atau kegagalan kita, dan ini berlaku juga untuk sebuah pemerintahan. Bukankah sebuah pemerintahan mendapatkan mandat untuk memperbaiki keadaan?.

Pada tahun 1993, Kongres Amerika Serikat mengeluarkan undang-undang yang mereka sebut sebagai Government Performance and Results Act (GPRA). Undang-undang ini mengamanahkan setiap federal agensi untuk membuat Rencana Strategis jangka panjang yang mendefinisikan tujuan dan obyektif dari program-program yang mereka kerjakan, membuat Rencana Pencapaian tahunan yang mencantumkan pencapaian tujuan yang “terukur” dari semua program yang dianggarkan oleh lembaga pemerintah serta membuat laporan tahunan tentang pencapaiannya. GPRA ini mengubah fokus lembaga-lembaga pemerintahaan dari yang sebelumnya berfokus kepada “akuntabilitas terhadap proses” menuju ke “akuntabilitas dari hasil pencapaian.”

Bagaimana dengan Indonesia?, Peraturan Presiden (PerPres) no 7 tahun 2005 menjabarkan visi, misi, strategi, agenda beserta prioritas pembangunan nasional tahun 2004 – 2009. Dalam PerPres tersebut dinyatakan bahwa ada tiga agenda utama yang terdiri dari agenda mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis dan agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Menurut Paskah Suzeta pada acara pembukaan Musyawarh Perencanaan Pembangunan Nasional, Selasa 12 Mei 2009 kemarin, secara garis besar pelaksanaan agenda-agenda tersebut memberikan hasil yang positif. Agenda pertama, telah dilaksanakan dengan baik di mana saat ini kondisi ekonomi jauh lebih baik dibandingkan awal pemerintahan. "Kita dihadapi berbagai kelompok di Aceh, Papua, Maluku utara, dan Poso. Sekarang ini tidak terjadi lagi," katanya. Aksi terorisme juga telah berkurang.
Kedua, berhasilnya pemberantasan korupsi. Diperlihatkan dengan meningkatnya indeks korupsi (IPK) dari 1,9 pada 2004 menjadi 2,6 pada 2008. Dari sisi demokrasi telah dicapai pelaksanaan Pilkada di seluruh daerah tingkat I dan dua yang berlangsung aman. Masyarakat juga telah memperoleh kebebasan informasi yang beragam. Agenda ketiga, setelah krisis moneter 1998 yang sempat melumpuhkan ekonomi Indonesia dari minus 13 persen, ekonomi kini tumbuh positif. Pertumbuhan ekonomi bahkan membaik sampai mencapai pertumbuhan tertinggi diatas 6 persen pada 2008 lalu.

Jikalau ditelusuri lebih lanjut, Peraturan Presiden tersebut di atas lengkap dengan lampirannya tentu saja, banyak hal yang belum tercakup oleh pidato Paskah Suzeta. Contoh sasaran-sasaran pembangunan itu antara lain adalah terungkapnya jaringan utama pencurian sumber daya kehutanan, serta membaiknya praktek penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya kehutanan dalam memberantas illegal logging, over cutting, dan illegal trading; menurunnya kekuatan OPM dan melemahnya dukungan simpatisan OPM di dalam dan luar negeri; jumlah dan kondisi peralatan pertahanan ke arah modernisasi alat utama sistem persenjataan dan kesiapan operasional; evaluasi terhadap Rencana Aksi Hak Asasi Manusia 2004–2009; Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi; Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak; Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak; dan Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015; dan masih banyak lagi.

Maklum dalam pidato pembukaan sebuah acara yang agenda dan waktunya terbatas, tentu saja tidak semua pencapaian sasaran-sasaran pembangunan dapat disampaikan. Termasuk didalamnya sasaran-sasaran pembangunan yang menggunakan ukuran kualitatif dalam pendeskripsiannya.

Kembali ke Lord Kelvin. Lord Kelvin juga pernah menyatakan bahwa “when you can measure what you are speaking about, and express it in numbers, you know something about it; but when you cannot measure it, when you cannot express it in numbers, your knowledge is of a meagre and unsatisfactory kind”.

Jadi jika Paskah Suzeta menyatakan bahwa pemerintahan SBY-JK dibantu para Menteri Kabinet Bersatu telah berhasil memajukan Indonesia, bagaimana menurut anda?




Read more...

Friday, May 8, 2009

SUNRISE yang ABADI, Januari di Kota Dili

"It’s not just about making money; you need to look at the greater aspects of how resources should benefit the resource owners"-East Timor’s Secretary of State for Natural Resources Alfredo Pires, Bloomberg

Judul di atas adalah kombinasi dari dua nama lapangan minyak dan gas bumi. Keduanya terletak di antara Indonesia/Timor Leste dan Australia. Keduanya mempunyai cadangan minyak dan gas bumi. Keduanya berbeda tentu saja. Sunrise, atau lengkapnya Greater Sunrise berada dalam wilayah pengembangan bersama antara Timor Leste dan Australia, sementara Abadi berada di wilayah Indonesia. Ini terjadi karena kemerdekaan Timor Leste melewati sebuah referendum yang diselenggarakan pada 30 Agustus 1999 yang lalu.

Penemuan cadangan minyak dan gas bumi di Timor Sea ini tercatat dimulai pada era 70-an. Perselisihan tentang siapa yang berhak memiliki dan mengeksplorasi terus mengiringi. Sebelum Timor Leste melepaskan diri, Indonesia dan Australia menyepakati perjanjian yang kemudian disebut sebagai Timor Gap Treaty. Semenjak Timor Leste melepaskan diri Timor Gap Treaty ini ditinggalkan, kemudian Australia dan Timor Leste mencapai kesepakatan yang dituangkan kedalam apa yang mereka sebut sebagai Timor Sea Treaty.

Lapangan Abadi mempunyai cadangan gas bumi yang diperkirakan oleh INPEX, Operator sekaligus Kontraktor BPMigas, sebesar 10 trilyun kaki kubik (tcf), cadangan ini lebih kecil dibandingkan dengan lapangan Tangguh yang mempunyai cadangan sebesar 14,4 tcf, sementara Natuna D-Alpha dengan 46 tcf. Pada bulan Januari lalu, Kementrian ESDM secara prinsip menyatakan persetujuannya terhadap rencana Inpex untuk membangun fasilitas terapung pengolahan LNG, akan tetapi pemikiran alternatif untuk menyewa fasilitas terapung juga dipikirkan dengan tujuan mengurangi biaya. Lapangan Abadi ini diharapkan untuk dapat mulai beroperasi pada tahun 2016 nanti.


Lapangan Sunrise mempunyai cadangan gas sebesar 5,4 tcf dan 240 juta barrel condensate merupakan salah satu lapangan yang masuk dalam wilayah pengembangan bersama Timor Leste dan Australia. Operator dari lapangan Sunrise adalah Woodside, sebuah perusahaan minyak dan gas bumi Australia. Woodside merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam Sunrise Joint Venture dengan 33% kepemilikan, sementara ConocoPhillips, Shell dan Osaka Gas masing-masing dengan 30%, 27% dan 10% kepemilikan.

Kabar terakhir lapangan Sunrise adalah penolakan pemerintah Timor Leste terhadap rencana pengembangan yang disampaikan oleh Sunrise Joint Venture. Pemerintah Timor Leste seperti yang diberitakan oleh Bloomberg, menyatakan penolakannya terhadap rencana pembangunan fasilitas pengolahan terapung dan alternatifnya, yaitu menyalurkan produksi lapangan ini ke Darwin lewat pipa bawah laut. Pemerintah Timor Leste juga menyampaikan preferensinya, yaitu membangun fasilitas pengolahan di darat dan di wilayah Timor Leste atau alternatifnya, menunda pengembangan lapangan ini untuk keperluan masa depan.

Salah satu lapangan lain yang berada dalam wilayah kerjasama adalah lapangan Bayu Undan yang sudah berproduksi. Produksi disalurkan melalui pipa bawah laut ke fasilitas pengolahan LNG di Darwin, Australia. Pemerintah Timor Leste menerima royaltinya dari produksi lapangan ini, dan oleh karenanya bukanlah sebuah keharusan bagi mereka untuk segera mengembangkan lapangan Sunrise. Di samping itu, karena produksi lapangan Bayu-Undan disalurkan ke Darwin, adalah fair jika produksi lapangan Sunrise disalurkan ke dan diolah di wilayah Timor Leste.

Di lain pihak, Woodside menyatakan bahwa mereka bekerjasama dengan pemerintah Timor Leste dan yakin bahwa kesempatan/peluang (opportunities) untuk semua pihak pasti ada.

Artikel Bloomberg selengkapnya dapat diakses di link ini


“SUNRISE yang ABADI”, saya menggumamkanya, suara Rita Effendi dengan lagu "Januari di Kota Dili" mengisi ruang memoriku.

Menepis Bayang Kasih mana linknya?, cari sendiri aaaah


Read more...

Wednesday, May 6, 2009

DONGGI – SENORO RIWAYATMU KINI

Pada tanggal 20 Agustus 2007, PM Jepang Shinzo Abe dan Presiden SBY bersama-sama meresmikan proyek-proyek sub sektor energi yang merupakan hasil kerjasama antara kedua negara. Dalam kesempatan yang sama SBY juga menyampaikan kesepakatan kedua negara untuk melanjutkan kerjasama tersebut dengan sasaran untuk mencapai pemenuhan kebutuhan LNG untuk Indonesia sekaligus untuk Jepang.

Salah satu proyek kerjasama yang dibicarakan pada saat itu adalah rencana pengembangan Donggi-Senoro LNG & Gas Project: Upstream Development and Downstream LNG Project di Sulawesi Tengah. Rencananya konstruksi kilang LNG Senoro akan dimulai pada tahun 2008 dengan target produksi pada tahun 2010.

Tahun 2008 sudah meninggalkan kita dan semester kedua tahun 2009 sudah di depan mata. Sudah berjalankah konstruksi kilang LNG Senoro ini? Bisakah target produksi pada tahun 2010 direalisasikan?. Jawaban dari kedua pertanyaan tadi adalah belum dan tidak.

Ada beberapa persoalan yang menjadi penyebab belum dimulainya konstruksi kilang tersebut yang pada akhirnya menyebabkan target produksi pada tahun 2010 juga tertunda.Beberapa persoalan tersebut menyangkut tentang skema penentuan harga dari penjualan gas yang dihasilkan oleh lapangan gas Donggi-Senoro, keraguan tentang kemampuan konsursium untuk memenuhi Domestic Market Obligation (DMO) dimana 25% dari gas yang diproduksi harus dialokasikan untuk pasar domestik, gugatan PT. LNG Energi Utama terhadap Mistubishi Corp yang masih dalam proses penyelidikan KPPU, dan ditambah dengan persoalan yang menyangkut seberapa besar sebenarnya kandungan gas yang ada di lapangan tersebut setelah perhitungan Lemigas menyatakan bahwa cadangan gas di lapangan tersebut lebih kecil dibandingkan perkiraan sebelumnya.


Harga jual gas menjadi persoalan ketika harga minimum absolut yang ditawarkan oleh Donggi Senoro LNG konsursium ternyata lebih rendah dari ekspektasi BPMigas. Donggi Senoro LNG konsursium ini terdiri dari Mitsubishi Corp, Pertamina dan Medco E& P dengan kepemilikan saham masing-masing sebesar 51%, 29% dan 20%. Harga jual gas, sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani pada bulan Februari 2009 oleh konsursium dan konsumen mereka di Jepang, mengikuti harga JCC (Japanese Crude Cocktail) yang memungkinkan harga jual gas tersebut mengikuti dinamika harga minyak mentah, sayangnya skema penjualan ini tidak mencakup berapa harga jual minimum absolut dari gas yang diproduksi.


Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral dan BPMigas juga menyangsikan apakah konsursium ini mampu memenuhi kewajiban pasar domestik dengan menyisihkan 25% dari gas yang akan diproduksi untuk pasar domestik. Dalam penutupan konferensi IndoGas ke-4 pada hari Kamis, 22 Januari 2009 yang lalu, Menteri ESDM menyampaikan bahwa ketentuan tentang kewajiban memenuhi pasar domestik mulai berlaku untuk pengembangan hulu minyak dan gas bumi yang kontraknya ditanda tangani mulai tahun 2001/2002 termasuk pengembangan lapangan gas Donggi-Senoro ini. Menteri ESDM juga menambahkan bahwa produksi gas yang dialokasikan untuk pasar domestik ini akan disalurkan ke pabrik-pabrik pupuk yang membutuhkannya.


Sementara itu gugatan yang disampaikan oleh PT. LNG Energi Utama (LEU) terhadap Mistubishi Corp sampai hari ini belum diputuskan oleh KPPU. Sebelumnya laporan gugatan LEU yang disampaikan pada bulan Agustus 2008 yang lalu, ditolak oleh KPPU pada Januari 2009 dengan alasan kurang bukti, akan tetapi KPPU kembali membuka kasus ini medio Maret 2009. Sedianya, KPPU akan mengambil keputusan terhadap laporan tersebut pada bulan April 2009 namun tanggal ini pun berubah menjadi 9 Juni 2009 nanti.


Issue yang terakhir mengenai Donggi Senoro adalah perhitungan Lemigas, lembaga penelitian di bawah kementrian ESDM, yang memperkirakan bahwa cadangan gas di lapangan ini menurut perhitungan mereka, lebih sedikit dibanding dengan jumlah cadangan yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini disampaikan oleh Menteri ESDM pada pertengahan bulan April 2009 sembari menyatakan bahwa konsursium harus memutuskan data yang mana yang akan dijadikan dasar dalam menyusun kembali rencana pengembangan mereka.


BPMigas akan memanggil konsursium untuk membahas lebih lanjut enam persyaratan yang diajukan. Enam persyaratan itu adalah, harga jual gas dikaitkan dengan Japan Crude Cocktail, revisi rencana pengembangan, permintaan persetujuan dari pemegang saham, kepastian memasok kebutuhan gas dalam negeri, klarifikasi tuduhan persaingan tidak sehat dan pemilihan proyek hilir. Pertemuan ini rencananya akan dilangsungkan pada hari Kamis, 7 Mei 2009.


Dubes Jepang untuk Indonesia, Kojiro Shiojiri sempat mengirimkam surat kepada Presiden SBY pada tanggal 19 Maret 2009 menanggapi permasalahan yang berkenaan dengan Donggi Senoro. Semoga saja penundaan ini tidak menimbulkan efek yang tidak dikehendaki terhadap hubungan baik kedua negara, dan tentu saja pengembangan lapangan gas Donggi Senoro segera dapat direalisasikan.

Donggi Senoro riwayatmu kini.



Read more...

Thursday, April 30, 2009

Topi Apa Yang Sedang Anda Kenakan?

Jerry Mason asked rhetorically, “Am I the only one who wants to fly?” Mason turned to Bob Lund and asked him to “take off his engineering hat and put on his management hat.” The four managers held a brief discussion and voted unanimously to recommend Challenger’s launch.”[1]


Hari-hari belakangan ini anak saya terlihat senang sekali bermain bola. Padahal tidak ada even sepak bola besar yang sedang berlangsung. Biasanya anak-anak getol sekali bermain sepak bola pada saat ada even besar seperti Piala Dunia atau Piala Eropa, paling tidak itu yang saya lakukan ketika saya masih seusia dia.

Hampir di setiap kesempatan, dia isi dengan main bola, pulang sekolah, pagi, siang, sore hari (kalau libur sekolah) tak mengenal waktu istirahat, bahkan hujan pun tak membuat diri dan teman-temanya segera berkemas dan pulang ke rumah. Tak ayal, diskusi yang sedikit panas antara dia dan ibunya sering tak terhindarkan. Bapaknya? menikmati diskusi itu sambil terhanyut ke masa lalu.

--oooOooo--

Dalam pertemuan RT yang baru lalu, topik tentang lapangan yang dapat dipakai anak-anak untuk bermain juga dibicarakan. Beberapa warga memberikan argumentasi agar pembangunan lapangan olah raga seperti untuk futsal, bola voli dan basket agar segera dimulai saja. Tidak usah muluk-muluk, asal ada lapangannya saja. Kita tidak bisa biarkan mereka bermain di jalanan perumahan, tidak saja berbahaya bagi mereka, tapi juga mengganggu lalu lintas di perumahan. Ada lagi yang menambahkan bahwa sudah saatnya bakat dan hobi dari anak-anak itu dibina dan diarahkan. Diiringi dengan sebuah keyakinan bahwa jika RW mempunyai fasilitas olahraga seperti itu, orang tua lebih mudah mengawasinya dibandingkan jika anak-anak itu harus keluar perumahan mencari lapangan. Maklum saja, banyak hal di luar sana yang menjadi kekhawatiran para orang tua. Duh eloknya dalam hati saya.

Kebetulan ada lahan yang masih kosong di perumahan kami. Lahan tersebut ada tapi belum siap, penimbunan harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pekerjaan susulan bisa dimulai. Argumentasi-argumentasi tadi seperti menemukan momentumnya. Lagian bukankah ini sudah menjadi wacana sejak kepengurusan yang lama?, tambah warga lainnya. Izin penggunaan lahan untuk fasum dan fasos sudah diajukan dan sedang diproses, kita tunggu saja dulu sampai izin tersebut turun sebelum kita memulainya, Pengurus RW menanggapi. Mengenai pembiayaannya, Pengurus sedang berpikir bagaimana caranya, salah satunya adalah dari pihak ketiga, syukur-syukur ada warga yang menjadi donatur, tentu saja pintu lebar terbuka.


--oooOooo--

Sebelum pulang ke rumah yang hanya butuh lima langkah saja, saya berkesempatan untuk kembali ngobrol ngalor-ngidul dengan beberapa pengurus RW. Pada kesempatan itu, sebuah dialog dari hati ke hati terjadi. Saya menyampaikan apresiasi saya terhadap apa yang sudah dan sedang dilakukan oleh jajaran kepengurusan. Program 30 hari pertama kepengurusan sungguh mempesona saya dan ini harus diapresiasi. Saya juga menyampaikan doa dan harapan semoga kepengurusan dapat mempertahankan performa dan menjawab harapan warga, yang jujur saja menurut saya pribadi ada yang berlebihan mengingat defisit anggaran yang sedang dialami.

Salah seorang dari Pengurus bercerita bahwa salah satu tantangan yang mereka hadapi adalah partisipasi dari warga. Bapak ini bercerita, terkadang kita lupa bahwa pada saat kita sampai di rumah sepulang dari tempat kerja, kita ini adalah bapak dan suami dari anak-anak dan istri kita, pada saat yang sama kita adalah warga dan bukan lagi seorang mandor, supervisor, lead engineer, kepala dinas, kepala kantor, manager, komandan atau bahkan direktur sekalipun. Kita terkadang lupa tentang topi apa yang sedang kita kenakan. Jadi pada saat pengurus meminta partisipasi warga terkadang, walaupun tidak terlafazkan, beberapa warga menanggapinya dengan perilaku sesuai dengan posisinya di tempat kerja.

Sambil terus menyimak cerita Bapak tadi, pikiran saya seakan pergi, terbang ke dunianya sendiri, teringat akan kutipan dialog di atas yang menggambarkan situasi diskusi ketika keputusan jadi atau tidaknya pesawat ulang-alik Challenger akan diluncurkan. Challenger akhirnya diluncurkan pada tanggal 28 Januari 1986 dan meledak di udara, sebuah tragedi.
Menurut Rogers Commission, sebuah komisi yang dibentuk oleh Presiden Ronald Reagan untuk melakukan investigasi terhadap tragedi tersebut, Manager di NASA sudah mengetahui adanya potensi bahaya berkenaan dengan O-rings yang dipakai di rocket booster Challenger jika peluncuran dilakukan pada udara dingin. Kutipan dialog ini pun kemudian juga sering menjadi rujukan pada pembahasan tentang etika bisnis (workplace ethics) dan keselamatan rekayasa (engineering safety).

Karena sudah larut malam, saya pun berpamitan. Sesampai di rumah, sebuah acara diskusi sedang berlangsung di sebuah stasiun TV. Setelah beberapa lama mengikutinya, saya kebingungan ketika saya mencoba menjawab pertanyaan, “si nara sumber ini sedang berbicara dalam kapasitas sebagai apa?, dosen, pengamat, staf ahli, juru bicara, Ketua DPP, Ketua Dewan Pembina, Menteri, Wapres atau Presiden?”.

Sekarang ini, topi apa yang sedang anda kenakan?


[1]
From John Hooker, "Doest It Matter Which Hat We Wear?"



Read more...

Tuesday, April 28, 2009

Memasyarakatkan Pemilu dan Memilukan Masyarakat

“Nothing valuable can be lost by taking time. If there be any object to hurry any of you, in hot haste, to a step which you would never take deliberately, that object will be frustrated by taking time; but no good object can be frustrated by it.”
- Abraham Lincoln


Menarik nggak judulnya?. Kalimat ini dijadikan judul tanpa berpretensi bahwa masyarakat kita menjadi pilu dikarenakan oleh Pemilu, swear bukan seperti itu maksudnya. Kalimat itu dipilih karena saya teringat oleh istilah, slogan, tag line atau apapun namanya, yang sewaktu masih SMA dulu sering terdengar dan didengung2kan oleh yang punya hajatan ketika itu, seperti “memasyarakatkan olah raga dan meng-olah ragakan masyarakat”, itu saja. Tapi bahwa tulisan ini masih berkaitan dengan Pemilu, itu benar adanya dan dalam kerangka memasyarakatkan Pemilu dan seluk-beluknya tentu saja.

Kabarnya banyak sekali protes, gugatan, komplain, pengaduan yang muncul tentang bagaimana kita, negara demokrasi ketiga terbesar di dunia ini, menyelenggarakan Pemilu Legislatif kemarin dan tentu saja bersiap diri menghadapi Pemilu Presiden bulan Juli besok. Protes muncul dari berbagai lapisan, mulai dari sebagian rakyat yang tidak mendapatkan hak memilihnya karena berbagai alasan, dari saksi-saksi, caleg, parpol yang merasa dirugikan bahkan hak angket pun sudah diajukan oleh beberapa anggota DPR periode 2004 – 2009.

Bentuk protesnya pun bermacam-macam, mulai dari permintaan perhitungan ulang, pemilu ulang, munculnya tuduhan adanya kecurangan dalam penyelenggaraanya sampai ke adanya wacana melakukan pemboikatan terhadap Pemilu Presiden yang sedang kita jelang. Untung saja pelemparan sepatu belum pernah terjadi sampai hari ini, di India tragedi pelemparan sepatu sudah terjadi beberapa kali.

Wacana pemboikatan terhadap Pemilu Presiden dan bagaimana tanggapan terhadap wacana ini menjadi menarik untuk didiskusikan. Bagaimana tidak?, jikalau pemboikatan itu benar-benar terjadi, dampak politisnya sungguh menakjubkan. Mulai dari sekedar pengunduran jadwal Pemilu sampai ke kekosongan kekuasaan. Sebuah situasi dimana tak ada satu pun rujukan dalam konstitusi kita yang memberikan guideline apa dan bagaimana kita harus menghadapinya (kalau saya tidak salah). Sebuah kondisi yang kita semua tidak kehendaki.

Terhadap tuduhan adanya kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu, SBY sempat menyatakan sakit hatinya dikarenakan tuduhan ini. Pada saat yang sama, SBY juga menyampaikan bahwa banyak memori yang dimilikinya tentang pemilu 2004 dan mempunyai pengetahuan tentang beliau-beliau di masa lalu.

Terhadap isu pemboikatan Pemilu Presiden, saya menggunakan istilah wacana. Sebab langkah-langkah konkret terhadapnya tidak kelihatan dan semakin tak terdengar dibicarakan dan diliput oleh media masa, paling tidak ini menurut pengamatan saya. Mungkinkah ini karena akrobat dan manuver-manuver politik yang berhubungan dengan koalisi lebih menarik untuk dicermati?.

Kutipan di atas, pernah terlintas dalam pikiran dan diucapkan oleh Abraham Lincoln, Presiden Amerika yang ke 16. Presiden Amerika yang dikagumi oleh Obama karena kenegarawanannya dan merupakan “Best President in History” menurut survey on-line sebuah lembaga survey independent di Amerika.

Saya mencoba mencernanya dan menghubungkannnya dengan wacana pemboikatan pemilu presiden tadi. Jikalau benar bahwa wacana itu cuma sekedar wacana, ancaman, gertak sambal atau apa pun anda ingin menyebutnya, lalu apakah berarti kesimpulannya adalah “it is not a good or valuable object so that it has been frustrated by time?”.

Paling tidak itu kesimpulan saya. Anda setuju dengan saya?, kalau setuju mari tepuk tangan bersama-sama.




Read more...

Sunday, April 26, 2009

Dan Bak Sampah Itupun Dibongkar Saja

Pernahkah anda mengikuti pertemuan RT di mana anda sekarang tinggal?, kapan terakhir anda menghadirinya?, tahukah anda nama lengkap Kepala Keluarga yang tinggal di sebelah kiri, kanan, depan, dan belakang rumah anda?. Silahkan anda mencoba menjawabnya.

Di perumahan saya tinggal, atas persetujuan warga tentunya, pertemuan RT disetujui untuk diadakan setiap dua bulan sekali. Apakah frekuensi ini sebuah angka yang ideal atau tidak?, kita lihat bagaimana perkembangannya seiring perjalanan waktu. Terus terang saya jarang sekali menghadirinya. Sibuk dan ada acara lain yang tak dapat ditinggalkan menjadi alasan klasiknya. Bagaimana dengan anda?

Kepengurusan RT yang baru, sudah hampir setahun ini menjalankan program-programnya, tidak banyak memang tapi ada dan keseriusan untuk menjalankannya nampak kasat mata. Sementara kepengurusan RW baru terbentuk kurang lebih tiga bulan yang lalu.

Kemarin malam, saya ikutan pertemuan RT dan ini simple saja, karena saya sudah tak bisa menghindar lagi untuk tidak mengikutinya. Rupanya, Pak RT punya kiat khusus untuk menghadapi warga seperti saya. Pertemuan lokasinya diganti-ganti dan tadi malam kebetulan jalanan di sebelah rumah saya yang jadi lokasi pertemuan. Istri dan anak-anak tidak mengajak keluar rumah, mungkin mereka mafhum bahwa akhir bulan sudah datang. Pas sudah.

Benar, pertemuan itu dilakukan di jalanan. Tikar digelar, kacang godog, aneka jajan pasar seperti onde-onde, risol, pastel, air mineral dan kopi panas disajikan. Tak lupa ada tiga asbak yang berbeda ukuran dan warnanya turut memenuhi gelaran tikar. Untung saja hujan tak jadi datang.

Hanya satu agenda saja yang dibicarakan. Sosialisasi program-program Pengurus RW yang baru terbentuk, itu saja. Tapi tak ayal, perbincangan ngalor-ngidul dengan aneka topik dan komen-komen nakal menggelitik tetap saja tak terhindarkan, sebelum acara pertemuan dibuka secara resmi oleh Pak RT tentunya. Bagaimanapun kita tahu kapan waktunya ngalor-ngidul dan kapan waktunya ngetan ngulon.

Ada beberapa hal yang disampaikan oleh pengurus RW, pertama, situasi keuangan RW tentu saja. Dilaporkan bahwa kas RW dalam kondisi defisit dan cukup banyak juga jumlahnya. Coba saja ADB memberikan kesempatan untuk mengajukan kredit, tidak hanya untuk Pemerintah tetapi juga untuk Pengurus RW, pasti defisit anggaran RW dengan mudah akan tertutupi. Tak lupa, salah satu pengurus RW yang menjadi Ketua KPPS menyampaikan rasa terima kasihnya karena pemilu legislatif dapat terselengara dengan aman dan perhitungan suara dapat diselesaikan pada hari itu juga, jam 8 malam tepatnya. Masalah DPT?, tentu saja ada dan untuk PilPres nanti, mari kita perbaiki bersama, begitu katanya.

Hal kedua yang disampaikan adalah program-program apa saja yang sudah dilakukan selama 30 hari pertama awal kepengurusan. Reformasi di sektor keamanan sudah dan akan terus dilakukan, para petugas keamanan mendapatkan seragam dan sepatu baru beserta pelatihan-pelatihan yang diharapkan dapat meningkatkan performance-nya. Dampak positifnya cukup terasa.

Fogging sudah dilakukan, dua kali bahkan. Saya jadi tahu kalau ternyata waktu melakukan fogging yang baik adalah antara jam 7 sampai 11 pagi. Panas matahari yang menjadi alasannya. Semakin siang, semakin cepat terurai ikatan kimia obat yang disemprotkan. Begitu katanya. O ya, pengurus RW juga menyampaikan bahwa RW kita sudah mempunyai alat fogging sendiri, jadi kita sudah independen, tidak bergantung kepada Puskesmas atau Dinas Kesehatan setempat lagi katanya. Kalau RW lain disekitar membutuhkan, bisa kita sewakan ke mereka, kata pengurus RW. Hebat kan.

Program lain yang termasuk dalam program 30 hari pertama adalah revitalisasi dan maintenance sistem drainase perumahan kami. Keren kan. Paling tidak sudah 10 tahun umur perumahan ini dan selama itu pula usaha revitalisasi ini belum pernah dilakukan oleh kepengurusan sebelumnya. Kalau sampai tersumbat, banjir yang akan mengunjugi perumahan kita.

Rangkaian kegiatan dalam kerangka revitalisasi dan maintenance ini adalah dengan pengecekan bak kontrol yang ada di depan rumah warga. Pengerukan adalah langkah selanjutnya. Sayangnya, banyak bak kontrol yang sudah beralih fungsinya. Banyak yang jadi bak sampah dan ada pula yang ditutup oleh lapisan beton, entah untuk apa. Kontroversi muncul pada saat revitalisasi & maintenance officer akan membongkar bak sampah yang berada di atas bak kontrol. Beberapa warga yang bak sampahnya diatas bak kontrol tidak terima.

Pengurus RW menjelaskan, desain asli dari developer adalah bak sampah berada di dalam pagar. Bak kontrol yang berada di luar pagar masuk dalam kategori fasos dan fasum yang harus dijaga bersama. Program revitalisasi dan maintenance sistem drainase tidak dapat berjalan kalau bak control tidak ada padahal menghindari banjir adalah tujuan utama. Dan bak sampah itupun dibongkar saja, hmmmmmm.




Read more...