Sunday, September 13, 2009

YANG HIDUP, KELAK PASTI MATI

Mushola sudah mulai sepi, semakin berurang saja yang datang untuk sholat Isya dan Tarawih. Sepuluh hari terakhir, keistimewaan malam-malam ganjil, sepertinya tak terasa melingkupinya.

Suasana konsumtif menyeruak dan justru terasa membuncah. Mall-mall lebih rame rasanya. Orang sibuk, berdesakan, antrean cukup panjang mencari hidangan berbuka, mencari “kebutuhan” lebaran yang sebenarnya mungkin tidak dibutuhkan.

Pak Ustadz berdiri di mimbar, setelah sholat Isya’ dan mulai memberikan materi untuk perenungan.

Yang hidup, kelak pasti mati. Hidup, kita semua sedang menjalaninya, dan masing-masing dari kita sedang memaknainya. Tapi Mati, sebuah misteri bagi kita yang sedang memaknai hidup tadi.

Mati tak mengenal umur. Orok yang baru saja menyambut matahari dan udara, bisa saja jika dikehendaki “si Empunya”, langsung pergi meninggalkan hidupnya. Jadi bagi yang masih merasa muda, baik secara fisik penampilan dan “perasaan”, jangan bergaya.

Mati juga tak kenal kedudukan di dunia. Jabatan apa yang menurut anda, jabatan terhebat, tertinggi di dunia? Presiden negara adidaya kah?. Abraham Lincoln mati, Stalin mati, Gandhi mati, Ayatullah Khomenei mati, Soekarno juga mati. Jadi bagi anda yang cuma presiden direktur, lurah, camat, walikota, bupati, gubernur, menteri, dirjen, manajer, pemimpin redaksi, konglomerat (silakan tambahi sendiri), juga jangan bergaya.

Mati tak kenal pendidikan. Siapa di dunia yang bisa dianggap orang paling pinter di dunia ini? Adam Smith, Newton, Einstein (silakan tambahi sendiri), kemana mereka semua, mereka mati. Jadi bagi pembaca yang merasa pintar, professor, dosen, staff ahli menteri, staff khusus kepresidenan, jangan juga banyak cakap seolah bisa menghindar untuk bertemu dengan mati.

Mati pun tak juga kenal profesi. Profesi apa yang susah untuk mati?, tak jarang kita mendengar kabar, seorang dokter spesialis jantung, justru mati karena serangan jantung. Dokter spesialis ginjal, justru mati karena gagal ginjal. Jadi jika anda merasa, karena profesi anda lantas anda tak akan bertegur sapa dengan mati, buang jauh perasaan dan pikiran anda.

Mati tak kenal semua predikat dunia, semua predikat yang mungkin anda pikirkan, yang membuat manusia merasa hebat, yang membuat merasa dia tak membutuhkan siapapun, yang membuat manusia tak ingin berbagi, yang membuat manusia tak butuh kehadiran Tuhan.

Pertanyaannya, kematian seperti apa yang anda kehendaki dan oleh karenanya anda memaknai hidup dan berdoa untuk menemuinya?




Read more...