Saturday, May 23, 2009

Ini Jelas Kasus “Conflict of Interest” !!!

Teman saya yang satu ini tergolong cemerlang karirnya. Sebut saja namanya Adi, nggak papa kan, kan nggak pakai “h”?. Adi ini termasuk seorang yang loyal terhadap perusahaannya, sebuah perusahaan manufaktur yang tergolong besar di tanah air. Kurang lebih sepuluh tahun dihabiskan karirnya di divisi produksi. Sampai suatu ketika dimana Adi mendapat promosi dan kesempatan rotasi di perusahaan tempat dia bekerja.

Divisi baru dimana Adi mendapat kesempatan rotasi adalah divisi pengadaan dan pembelian. Divisi basah kata banyak orang. Kalau menurut saya, basah saja tidak cukup menggambarkan kondisi yang sebenarnya dari situasi divisi ini di perusahaan tempat Adi bekerja. Adalah sudah menjadi sebuah kelaziman, setelah beberapa tahun menduduki jabatan di divisi tersebut, orang mampu membeli rumah di sebuah kawasan elit di daerah Jakarta Selatan, yang lebih dikenal sebagai kawasan Pondok Indah. Jadi basah saja tidak cukup, mestinya basah kuyup menurut ukuran saya.

Setelah lama tak dengar kabarnya, sebuah kabar mencengangkan sampailah ke telinga saya. Seolah menguatkan pilihan gambaran tentang jabatan dan divisi barunya yang basah kuyup itu tadi, Adi bercerita bahwa dalam satu triwulan, penghematan belanja yang dapat dilakukannya sebesar kurang lebih lima milyar rupiah katanya. Luar biasa. Bentuk apresiasi yang diterimanya terhadap prestasi penghematan belanja tersebut juga luar biasa. Dia dapati kaca belakang mobilnya dipecah orang di suatu sore ketika hendak pulang.

Adi juga bercerita bahwa sebuah ajakan makan siang dari salah satu Supplier perusahaannya ditolaknya, padahal ajakan ini dilakukan pas di jam makan siang dan tidak dilakukan dalam sebuah frekuensi yang bisa disebut “keseringan”. Dia takut ini ntar jadi sebuah kasus “conflict of interest”. “Apa yang saya terima dari perusahaan sudah cukup bagi saya dan keluarga”, itu katanya. Macam Warren Buffet saja kataku kepadanya.

———xx0O0xx———

Pernah dengar orang memberikan sejumlah uang per bulan kepada orang lain karena orang tersebut mau membuka sebuah rekening bank, akan tetapi buku tabungan dan kartu ATMnya tidak dalam pegangannya, alias dalam kuasa orang yang memberikan uang bulanan itu?. Saya pernah mendengarnya, akan tetapi susah dan bahkan tak mampu saya untuk membuktikannya. Meminjam istilah Pak Fuad Bawazier, seperti yang pernah dikutip oleh inilah.com, ini macam “tim kentut”. Terasa dampaknya, susah membuktikannya.

Kabar yang saya dengar, transaksi semacam ini dilakukan untuk mengakali kepandaian lembaga-lembaga yang berwenang, termasuk PPATK, untuk melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan kasus gratifikasi di proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan, termasuk BUMN dan Swasta. Sekali lagi, benar atau tidaknya, saya tidak bisa mempertanggung-jawabkannya. Tapi kalau memang seperti itu kejadiannya, kemungkinan besar ini jelas kasus “conflict of interest”. Terlepas berapa besar gratifikasi yang diberikan, kan ada aturannya. Misalkan kalau berupa barang, jika harga barang tersebut melebihi sebuah angka, laporan harus diserahkan ke lembaga yang terkait, demikian pula kalau berupa uang, pasti ada juga angka batasannya. Tapi saya bener kan?, memang ada aturannya kan?

———xx0O0xx———

Isu-isu seputar Neolib vs Kerakyatan, kebersahajaan dan kesederhaan telah banyak dibahas di mana-mana, bahkan isu Neolib sempat membuat Rizal Mallarangeng sebagai juru bicara pasangan SBY-Boediono sewot karenanya, tampaknya isu tersebut belum juga akan reda. Isu-isu baru juga sudah mulai menjadi wacana, seperti kasus BLBI, kekayaan Prabowo yang tak akan mampu beliau habiskan sendiri, termasuk bagaimana Prabowo mendapatkan dan membelanjakannya.

Tulisan ini tentang “conflict of interest” yang oleh pasangan SBY-Boediono disebut-sebut dalam pendeklarasian mereka. Nampaknya pembahasan tentang apa itu sebenarnya “conflict of interest”, bagaimana supaya ia dimengerti dan dipahami oleh rakyat jelata, apa saja batasan-batasannya, beserta alasan-alasan kenapa ia harus dihindari, dan siapa sih yang mempunyai “conflict of interest” dalam menjalankan tugasnya, dalam kasus apa, sampai ungkapan ini menjadi bagian dari pidato pendeklarasian, masih belum mendapatkan porsinya, setidaknya itu menurut rakyat jelata seperti saya.

Kembali ke pertanyaan saya, “CONFLICT OF INTEREST ITU APA SEBENARNYA?”.

Mohon pencerahannya.



Read more...

Thursday, May 21, 2009

ALUTSISTA DALAM RENCANA PEMBANGUNAN 2004 – 2009

Duka mendalam mengiringi doa saya untuk para korban, keluarga, TNI Angkatan Udara, dan tentu saja kita sebagai sebuah bangsa. Semoga arwah para korban diterima oleh Allah SWT sesuai dengan amal baiknya dan bagi mereka yang ditinggalkan dapat menghadapinya dengan penuh ketabahan. Dan untuk kita sebagai bangsa bersama-sama melakukan langkah-langkah semestinya sehingga kejadian tragis seperti ini tidak berulang di kemudian hari.

Seperti dikutip oleh Kompas.com, Menhan Yuwono Sudarsono menyatakan bahwa anggaran pertahanan yang turun dari tahun ke tahun mengakibatkan pengadaan alat utama sistem senjata baru bagi TNI tidak dapat dilakukan. Sedangkan untuk pemeliharaan dan perawatan alat utama sistem senjata yang ada, hanya tersedia di bawah sepuluh persen dari alokasi yang diberikan."Idealnya, untuk pemeliharaan dan perawatan dananya sekitar 20 hingga 25 persen dari alokasi anggaran yang ada. Sekarang nyatanya hanya dibawah sepuluh persen," ungkap Juwono.

Berikut ini adalah sasaran-sasaran pembangunan dalam hal peningkatan kemampuan pertahanan negara seperti yang tertulis di bab 7 dari Peraturan Presiden no 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004 -2009.

1. Tersusunnya Rancangan Postur Pertahanan Indoneisa berdasarkan Strategic Defense Review (SDR) dan Strategi Raya Pertahanan dalam periode 2005–2006 yang disusun sebagai hasil kerjasama civil society dan militer;

2. Meningkatnya profesionalisme anggota TNI baik dalam operasi militer untuk perang maupun selain perang;

3. Meningkatnya kesejahteraan prajurit TNI terutama kecukupan perumahan, pendidikan dasar keluarga prajurit, jaminan kesejahteraan akhir tugas;

4. Meningkatnya jumlah dan kondisi peralatan pertahanan ke arah modernisasi alat utama sistem persenjataan dan kesiapan operasional;

5. Meningkatnya penggunaan alutsista produksi dalam negeri dan dapat ditanganinya pemeliharaan alutsista oleh industri dalam negeri;

6. Teroptimasinya anggaran pertahanan serta tercukupinya anggaran minimal secara simultan dengan selesainya reposisi bisnis TNI;

7. Terdayagunakannya potensi masyarakat dalam bela negara sebagai salah satu komponen utama pertahanan negara.




Read more...

Monday, May 18, 2009

“Pak, kita minggu depan aja berenangnya”, Sebuah Pelajaran Dari Anakku

Minggu kemarin saya sekeluarga pergi ke sebuah hotel, dengan tujuan untuk menikmati promo brunch sebuah kartu kredit dan berenang di kolam hotel tersebut. Reservasi sudah dilakukan beberapa hari sebelumnya dan pada saat melakukannya jelas sudah bahwa berenang merupakan bagian dari promo tersebut.

Minggu pagi, anak-anak bersemangat sekali mengetahui bahwa mereka akan diajak berenang, tanpa mengetahui dimana mereka akan melakukannya. Nurut sekali mereka pagi hari itu…hehehehehe.

Sesampai di hotel, kami langsung menuju ke lokasi resto dan menemui waitressnya. Reservasi sudah pasti atau konfirm. Karena waktu penyajian masih lama, seperti rencana semula, kami pun ingin berenang. Entah karena saya salah strategi atau bagaimana, he he he, waitressnya bilang bahwa kolam renang hanya untuk tamu hotel. Betul bahwa promo brunch ini termasuk berenang, akan tetapi voucher berenangnya hanya akan diberikan setelah kami menikmati brunch dan digunakan untuk pada kesesempatan atau kunjungan kami berikutnya. Ini strategi marketing mereka dalam hati saya.

Melihat perubahan muka dan mood anak-anak, maklum mereka nurut sekali pagi hari tadi karena janji berenang itu tadi, saya pun mencoba memutar otak. Sambil berpikir, saya mengajak mereka jalan-jalan di seputaran kolam dan taman, siapa tahu dapat ide brilian.

“Kok cuma muter-muter aja sich Pak?, kapan berenangnya?”, akhirnya saya berikan penjelasan kepada mereka, walaupun saya tahu mereka sendiri mendengar pembicaraan saya dengan waitress tadi, bahwa kita diperbolehkan berenang jika kita mempunyai vouchernya, dan kita belum punya. Itu masalahnya, tapi jangan ngambek dulu, Bapak akan coba cari caranya.

Akhirnya saya dapat caranya. Setelah berdiskusi sebentar dengan penjaga kolam renang, sebuah konsensus berdasar sebuah pengertian pun kami dapatkan, tanpa melibatkan uang, benar-benar bermodalkan sebuah kesepahaman. Saya pun melangkah gembira mendekati anak-anak saya yang duduk di pinggir kolam dengan muka yang ditekuk. “Ayo kita berenang sekarang,” ajak saya. “Emang Bapak punya vouchernya?, nggak punya kan?, udah lah Pak, kita minggu depan aja berenangnya,” kata anak saya. “Nggak papa Nak, Bapak udah bicara-bicara sama abangnya, boleh kok kata dia”, jawab saya mencoba meyakinkannya. “Pak, kan kita nggak punya vouchernya, berarti kita nggak berhak berenang di sini,” diulanginya pernyataan yang sama.

Saya tak mencoba untuk memaksakannya, toh waktu brunch-nya tinggal sebentar lagi, kemudian saya ajak mereka menikmati fasilitas play ground yang ada di sekitar kolam. Bermainlah mereka berdua dengan senangnya, sementara saya berdua dengan ibunya duduk manis di sebuah bangku sambil menikmati sisa pagi hari minggu itu.

Terpikir juga rasa jengkel saya kepada anak-anak, Bapak sama Ibunya sudah berusaha, pengertian dan kesepahaman sudah didapatkan, eeee malah ditolak sama anak-anak dengan alasan hak, sebuah logika sederhana anak-anak, karena tidak punya voucher, berarti tidak berhak.

Di tengah kejengkelan saya, sembari duduk manis bersama istri, saya teringat sebuah cerita. Tentang seorang pensiunan Letnan Kolonel buta yang sangat sinis terhadap lingkungannya dan bahkan dirinya sendiri. Perjalanan karir militernya sudah sedemikian dekat dengan pucuk kekuasaan, karena satu dan lain hal, dia gagal mendapatkannya. Tapi saya tak hendak bercerita tentang pribadi dia. Penolakan anak saya dan pidato si Letnan Kolonel ini yang berkecamuk di pikiran saya.

Seorang anak muda dalam sebuah sidang komite disiplin di tempatnya berkuliah, sebuah tempat kuliah bergengsi, dimana banyak pemimpin negeri telah dilahirkannya. Tuduhannya adalah dia menjadi otak sebuah tindakan yang mempermalukan sang Rektor di depan seluruh isi kampus. Dalam sidang komite disiplin tersebut si Letnan Kolonel sempat memberikan pidato pembelaannya.

“Anak ini tidak mau menjual masa depannya, dan ini saudara-saudara adalah apa yang saya sebut sebagai integritas, keberanian. Sebuah kombinasi dari keduanya yang seharusnya membentuk pemimpin-pemimpin kita. Sudah sering bahkan berkali-kali saya harus berhenti di persimpangan dalam kehidupan saya. Saya selalu tahu dan sadar mana jalan yang benar, tapi saya tak pernah mengambilnya. Anda tahu kenapa?, karena jalan itu terjal dan mendaki. Sementara anak ini, dia sedang berhenti di persimpangan, dia sudah memutuskan jalannya, jalan yang benar, jalan yang dilandasi oleh sebuah prinsip, yang menunjukkan dan membentuk karakternya. Berilah kesempatan padanya untuk melanjutkan perjalanan hidupnya”.

Aaah, akting Al Pacino dalam Scent of a Woman memang sungguh luar biasa dan entah kenapa sangat susah mencari pelajaran seperti itu di tengah hingar bingar politik negeri tercinta. Saya dekati anak saya, saya usap rambutnya, saya pandang kedua matanya, “Nak, terima kasih atas pelajarannya,” sambil saya cium keningnya.

Saya lihat ibunya, jangan-jangan dia juga minta….hahahahahaha

Ini link video speechnya Al-Pacino dalam Scent of a Woman
http://www.youtube.com/watch?v=dH4p9BQ3V9o


Read more...

Friday, May 15, 2009

BOEDIONO - INDONESIA MENGGUGAT

Seolah menjawab pertanyaan banyak orang, kenapa Bandung dipilih sebagai kota dimana deklarasi pasangan SBY ber BUDI dilangsungkan, Boediono dalam pidatonya menyinggung sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. “Di kota Bandung ini Bung Karno membacakan pembelaanya di depan hakim kolonial Belanda dengan judul INDONESIA MENGGUGAT”, demikian katanya.

Berikut adalah penggalan pembelaan Bung Karno yang diberinya judul INDONESIA MENGGUGAT;

…kami menyerahkan segenap raga dengan serela-relanya kepada tanah air dan bangsa, juga kami menyerahkan segenap jiwa kepada Ibu Indonesia dengan seikhlas-ikhlasnya hati. Juga kami adalah mengabdi kepada suatu cita-cita yang suci dan luhur, juga kami adalah berusaha ikut mengembalikan hak tanah air dan bangsa atas peri kehidupan yang merdeka. Tiga ratus tahun, ya walau seribu tahunpun, tidaklah bisa menghilangkan hak negeri Indonesia dan rakyat Indonesia atas kemerdekaan itu. Untuk terlaksananya hak ini maka kami rela menderitakan segala kepahitan yang dituntutkan oleh tanah air itu, rela menderitakan kesengsaraan yang dimintakan oleh Ibu Indonesia itu setiap waktu.

Memang tanah air Indonesia, bangsa Indonesia, Ibu Indonesia, adalah mengharap dari semua putera-putera dan puteri-puterinya pengabdian yang demikian itu, penyerahan jiwa-raga yang tiada batas, pengorbanan diri walau yang sepahit-pahitnyapun kalau perlu, dengan hati yang suci dan hati yang ikhlas. Putera-putera dan puteri-puteri Indonesia haruslah merasa sayang, bahwa mereka untuk pengabdian ini, masing-masing hanya bisa menyerahkan satu badan saja, satu roh saja, satu nyawa saja, --dan tidak lebih.

Menjawab kontroversi tentang pencalonannya, stigma neolib terutama, Boediono berkata, "Perekonomian kita tidak bisa diserahkan sepenuhnya pada pasar bebas. Selalu diperlukan intervensi dengan aturan main yang jelas dan adil. Pemerintahan harus berjalan cepat,tepat dan akuntabel. Itulah yang harus diselenggarakan negara. Negara juga tidak boleh terlalu campur tangan, tapi negara juga tidak boleh tidur. Untuk itu diperlukan pemerintahan yang bersih. Dan pemerintah yang bersih itu tidak bisa dipidatokan. Pemerintahan yang bersih harus dimulai dengan ketauladanan dan kepemimpinan, Dan Indonesia butuh pemimpin yang tidak memperdagangkan kekuasaan”

Boediono juga mengungkapkan bahwa korupsi telah menggerogoti efektifitas negara dan bahwa pemberantasan korupsi harus terus dijalankan. Boediono sadar bahwa dalam pemberantasan korupsi ini kerja belum selesai. sebuah langkah yang tegas harus diambil

Pidato Boediono diakhiri dengan pernyataannya,"Saya siap bekerja mulai hari ini". Inilah INDONESIA MENGGUGAT jilid dua seolah itu teriakannya.

Pak Boediono, Selamat Bekerja




Read more...

TO MEASURE IS TO KNOW;Bagaimana Mengukur Performa Sebuah Pemerintahan?

Sebuah diskusi kecil2an sering kami adakan di pagi hari sebelum tancap gas dengan day-to-day business di kantor. Kita menyebut diskusi ini sebagai Forum Negara Pancasila, persis seperti judul sebuah acara radio pada era 80-an. Bagaimana kabar si Bapak pengisi acara itu ya? Siapa sih namanya?, Masih ingatkah anda? Namanya Bapak Tejo Sumarto SH, saya jadi kangen dengar suaranya.

Dalam salah satu diskusi kecil2an itu topik yang dibahas adalah bagaimana mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan sebuah pemerintahan? Apakah mungkin menggunakan prinsip atau metode yang sering dipakai dalam mengukur keberhasilan atau kegagalan sebuah perusahaan? . Jikalau sebuah perusahaan menggunakan Key Performance Indicator (KPI) sebagai alat untuk mengukurnya, terus apa dong KPI sebuah pemerintahan?. Jika sebuah perusahaan menggunakan bottom line atau profit margin sebagai ukuran, kan sebuah pemerintahan tidak mengenal yang namanya bottom line atau profit margin. Jadi bagaimana mengukur keberhasilan sebuah pemerintahan?

Bagaimanapun mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan itu perlu dan wajib hukumnya. Dengan mengukurnya, kita membuka pintu untuk memperbaiki kekurangan yang ada. Persis seperti apa yang pernah dinyatakan oleh Lord Kelvin, seorang ilmuwan Inggris dengan pernyataannya, “if you can not measure it, you can not improve it”. Karena kita punya niat untuk memperbaiki keadaan, mestinya kita harus bisa dan mau mengukur keberhasilan atau kegagalan kita, dan ini berlaku juga untuk sebuah pemerintahan. Bukankah sebuah pemerintahan mendapatkan mandat untuk memperbaiki keadaan?.

Pada tahun 1993, Kongres Amerika Serikat mengeluarkan undang-undang yang mereka sebut sebagai Government Performance and Results Act (GPRA). Undang-undang ini mengamanahkan setiap federal agensi untuk membuat Rencana Strategis jangka panjang yang mendefinisikan tujuan dan obyektif dari program-program yang mereka kerjakan, membuat Rencana Pencapaian tahunan yang mencantumkan pencapaian tujuan yang “terukur” dari semua program yang dianggarkan oleh lembaga pemerintah serta membuat laporan tahunan tentang pencapaiannya. GPRA ini mengubah fokus lembaga-lembaga pemerintahaan dari yang sebelumnya berfokus kepada “akuntabilitas terhadap proses” menuju ke “akuntabilitas dari hasil pencapaian.”

Bagaimana dengan Indonesia?, Peraturan Presiden (PerPres) no 7 tahun 2005 menjabarkan visi, misi, strategi, agenda beserta prioritas pembangunan nasional tahun 2004 – 2009. Dalam PerPres tersebut dinyatakan bahwa ada tiga agenda utama yang terdiri dari agenda mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis dan agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Menurut Paskah Suzeta pada acara pembukaan Musyawarh Perencanaan Pembangunan Nasional, Selasa 12 Mei 2009 kemarin, secara garis besar pelaksanaan agenda-agenda tersebut memberikan hasil yang positif. Agenda pertama, telah dilaksanakan dengan baik di mana saat ini kondisi ekonomi jauh lebih baik dibandingkan awal pemerintahan. "Kita dihadapi berbagai kelompok di Aceh, Papua, Maluku utara, dan Poso. Sekarang ini tidak terjadi lagi," katanya. Aksi terorisme juga telah berkurang.
Kedua, berhasilnya pemberantasan korupsi. Diperlihatkan dengan meningkatnya indeks korupsi (IPK) dari 1,9 pada 2004 menjadi 2,6 pada 2008. Dari sisi demokrasi telah dicapai pelaksanaan Pilkada di seluruh daerah tingkat I dan dua yang berlangsung aman. Masyarakat juga telah memperoleh kebebasan informasi yang beragam. Agenda ketiga, setelah krisis moneter 1998 yang sempat melumpuhkan ekonomi Indonesia dari minus 13 persen, ekonomi kini tumbuh positif. Pertumbuhan ekonomi bahkan membaik sampai mencapai pertumbuhan tertinggi diatas 6 persen pada 2008 lalu.

Jikalau ditelusuri lebih lanjut, Peraturan Presiden tersebut di atas lengkap dengan lampirannya tentu saja, banyak hal yang belum tercakup oleh pidato Paskah Suzeta. Contoh sasaran-sasaran pembangunan itu antara lain adalah terungkapnya jaringan utama pencurian sumber daya kehutanan, serta membaiknya praktek penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya kehutanan dalam memberantas illegal logging, over cutting, dan illegal trading; menurunnya kekuatan OPM dan melemahnya dukungan simpatisan OPM di dalam dan luar negeri; jumlah dan kondisi peralatan pertahanan ke arah modernisasi alat utama sistem persenjataan dan kesiapan operasional; evaluasi terhadap Rencana Aksi Hak Asasi Manusia 2004–2009; Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi; Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak; Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak; dan Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015; dan masih banyak lagi.

Maklum dalam pidato pembukaan sebuah acara yang agenda dan waktunya terbatas, tentu saja tidak semua pencapaian sasaran-sasaran pembangunan dapat disampaikan. Termasuk didalamnya sasaran-sasaran pembangunan yang menggunakan ukuran kualitatif dalam pendeskripsiannya.

Kembali ke Lord Kelvin. Lord Kelvin juga pernah menyatakan bahwa “when you can measure what you are speaking about, and express it in numbers, you know something about it; but when you cannot measure it, when you cannot express it in numbers, your knowledge is of a meagre and unsatisfactory kind”.

Jadi jika Paskah Suzeta menyatakan bahwa pemerintahan SBY-JK dibantu para Menteri Kabinet Bersatu telah berhasil memajukan Indonesia, bagaimana menurut anda?




Read more...

Friday, May 8, 2009

SUNRISE yang ABADI, Januari di Kota Dili

"It’s not just about making money; you need to look at the greater aspects of how resources should benefit the resource owners"-East Timor’s Secretary of State for Natural Resources Alfredo Pires, Bloomberg

Judul di atas adalah kombinasi dari dua nama lapangan minyak dan gas bumi. Keduanya terletak di antara Indonesia/Timor Leste dan Australia. Keduanya mempunyai cadangan minyak dan gas bumi. Keduanya berbeda tentu saja. Sunrise, atau lengkapnya Greater Sunrise berada dalam wilayah pengembangan bersama antara Timor Leste dan Australia, sementara Abadi berada di wilayah Indonesia. Ini terjadi karena kemerdekaan Timor Leste melewati sebuah referendum yang diselenggarakan pada 30 Agustus 1999 yang lalu.

Penemuan cadangan minyak dan gas bumi di Timor Sea ini tercatat dimulai pada era 70-an. Perselisihan tentang siapa yang berhak memiliki dan mengeksplorasi terus mengiringi. Sebelum Timor Leste melepaskan diri, Indonesia dan Australia menyepakati perjanjian yang kemudian disebut sebagai Timor Gap Treaty. Semenjak Timor Leste melepaskan diri Timor Gap Treaty ini ditinggalkan, kemudian Australia dan Timor Leste mencapai kesepakatan yang dituangkan kedalam apa yang mereka sebut sebagai Timor Sea Treaty.

Lapangan Abadi mempunyai cadangan gas bumi yang diperkirakan oleh INPEX, Operator sekaligus Kontraktor BPMigas, sebesar 10 trilyun kaki kubik (tcf), cadangan ini lebih kecil dibandingkan dengan lapangan Tangguh yang mempunyai cadangan sebesar 14,4 tcf, sementara Natuna D-Alpha dengan 46 tcf. Pada bulan Januari lalu, Kementrian ESDM secara prinsip menyatakan persetujuannya terhadap rencana Inpex untuk membangun fasilitas terapung pengolahan LNG, akan tetapi pemikiran alternatif untuk menyewa fasilitas terapung juga dipikirkan dengan tujuan mengurangi biaya. Lapangan Abadi ini diharapkan untuk dapat mulai beroperasi pada tahun 2016 nanti.


Lapangan Sunrise mempunyai cadangan gas sebesar 5,4 tcf dan 240 juta barrel condensate merupakan salah satu lapangan yang masuk dalam wilayah pengembangan bersama Timor Leste dan Australia. Operator dari lapangan Sunrise adalah Woodside, sebuah perusahaan minyak dan gas bumi Australia. Woodside merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam Sunrise Joint Venture dengan 33% kepemilikan, sementara ConocoPhillips, Shell dan Osaka Gas masing-masing dengan 30%, 27% dan 10% kepemilikan.

Kabar terakhir lapangan Sunrise adalah penolakan pemerintah Timor Leste terhadap rencana pengembangan yang disampaikan oleh Sunrise Joint Venture. Pemerintah Timor Leste seperti yang diberitakan oleh Bloomberg, menyatakan penolakannya terhadap rencana pembangunan fasilitas pengolahan terapung dan alternatifnya, yaitu menyalurkan produksi lapangan ini ke Darwin lewat pipa bawah laut. Pemerintah Timor Leste juga menyampaikan preferensinya, yaitu membangun fasilitas pengolahan di darat dan di wilayah Timor Leste atau alternatifnya, menunda pengembangan lapangan ini untuk keperluan masa depan.

Salah satu lapangan lain yang berada dalam wilayah kerjasama adalah lapangan Bayu Undan yang sudah berproduksi. Produksi disalurkan melalui pipa bawah laut ke fasilitas pengolahan LNG di Darwin, Australia. Pemerintah Timor Leste menerima royaltinya dari produksi lapangan ini, dan oleh karenanya bukanlah sebuah keharusan bagi mereka untuk segera mengembangkan lapangan Sunrise. Di samping itu, karena produksi lapangan Bayu-Undan disalurkan ke Darwin, adalah fair jika produksi lapangan Sunrise disalurkan ke dan diolah di wilayah Timor Leste.

Di lain pihak, Woodside menyatakan bahwa mereka bekerjasama dengan pemerintah Timor Leste dan yakin bahwa kesempatan/peluang (opportunities) untuk semua pihak pasti ada.

Artikel Bloomberg selengkapnya dapat diakses di link ini


“SUNRISE yang ABADI”, saya menggumamkanya, suara Rita Effendi dengan lagu "Januari di Kota Dili" mengisi ruang memoriku.

Menepis Bayang Kasih mana linknya?, cari sendiri aaaah


Read more...

Wednesday, May 6, 2009

DONGGI – SENORO RIWAYATMU KINI

Pada tanggal 20 Agustus 2007, PM Jepang Shinzo Abe dan Presiden SBY bersama-sama meresmikan proyek-proyek sub sektor energi yang merupakan hasil kerjasama antara kedua negara. Dalam kesempatan yang sama SBY juga menyampaikan kesepakatan kedua negara untuk melanjutkan kerjasama tersebut dengan sasaran untuk mencapai pemenuhan kebutuhan LNG untuk Indonesia sekaligus untuk Jepang.

Salah satu proyek kerjasama yang dibicarakan pada saat itu adalah rencana pengembangan Donggi-Senoro LNG & Gas Project: Upstream Development and Downstream LNG Project di Sulawesi Tengah. Rencananya konstruksi kilang LNG Senoro akan dimulai pada tahun 2008 dengan target produksi pada tahun 2010.

Tahun 2008 sudah meninggalkan kita dan semester kedua tahun 2009 sudah di depan mata. Sudah berjalankah konstruksi kilang LNG Senoro ini? Bisakah target produksi pada tahun 2010 direalisasikan?. Jawaban dari kedua pertanyaan tadi adalah belum dan tidak.

Ada beberapa persoalan yang menjadi penyebab belum dimulainya konstruksi kilang tersebut yang pada akhirnya menyebabkan target produksi pada tahun 2010 juga tertunda.Beberapa persoalan tersebut menyangkut tentang skema penentuan harga dari penjualan gas yang dihasilkan oleh lapangan gas Donggi-Senoro, keraguan tentang kemampuan konsursium untuk memenuhi Domestic Market Obligation (DMO) dimana 25% dari gas yang diproduksi harus dialokasikan untuk pasar domestik, gugatan PT. LNG Energi Utama terhadap Mistubishi Corp yang masih dalam proses penyelidikan KPPU, dan ditambah dengan persoalan yang menyangkut seberapa besar sebenarnya kandungan gas yang ada di lapangan tersebut setelah perhitungan Lemigas menyatakan bahwa cadangan gas di lapangan tersebut lebih kecil dibandingkan perkiraan sebelumnya.


Harga jual gas menjadi persoalan ketika harga minimum absolut yang ditawarkan oleh Donggi Senoro LNG konsursium ternyata lebih rendah dari ekspektasi BPMigas. Donggi Senoro LNG konsursium ini terdiri dari Mitsubishi Corp, Pertamina dan Medco E& P dengan kepemilikan saham masing-masing sebesar 51%, 29% dan 20%. Harga jual gas, sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani pada bulan Februari 2009 oleh konsursium dan konsumen mereka di Jepang, mengikuti harga JCC (Japanese Crude Cocktail) yang memungkinkan harga jual gas tersebut mengikuti dinamika harga minyak mentah, sayangnya skema penjualan ini tidak mencakup berapa harga jual minimum absolut dari gas yang diproduksi.


Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral dan BPMigas juga menyangsikan apakah konsursium ini mampu memenuhi kewajiban pasar domestik dengan menyisihkan 25% dari gas yang akan diproduksi untuk pasar domestik. Dalam penutupan konferensi IndoGas ke-4 pada hari Kamis, 22 Januari 2009 yang lalu, Menteri ESDM menyampaikan bahwa ketentuan tentang kewajiban memenuhi pasar domestik mulai berlaku untuk pengembangan hulu minyak dan gas bumi yang kontraknya ditanda tangani mulai tahun 2001/2002 termasuk pengembangan lapangan gas Donggi-Senoro ini. Menteri ESDM juga menambahkan bahwa produksi gas yang dialokasikan untuk pasar domestik ini akan disalurkan ke pabrik-pabrik pupuk yang membutuhkannya.


Sementara itu gugatan yang disampaikan oleh PT. LNG Energi Utama (LEU) terhadap Mistubishi Corp sampai hari ini belum diputuskan oleh KPPU. Sebelumnya laporan gugatan LEU yang disampaikan pada bulan Agustus 2008 yang lalu, ditolak oleh KPPU pada Januari 2009 dengan alasan kurang bukti, akan tetapi KPPU kembali membuka kasus ini medio Maret 2009. Sedianya, KPPU akan mengambil keputusan terhadap laporan tersebut pada bulan April 2009 namun tanggal ini pun berubah menjadi 9 Juni 2009 nanti.


Issue yang terakhir mengenai Donggi Senoro adalah perhitungan Lemigas, lembaga penelitian di bawah kementrian ESDM, yang memperkirakan bahwa cadangan gas di lapangan ini menurut perhitungan mereka, lebih sedikit dibanding dengan jumlah cadangan yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini disampaikan oleh Menteri ESDM pada pertengahan bulan April 2009 sembari menyatakan bahwa konsursium harus memutuskan data yang mana yang akan dijadikan dasar dalam menyusun kembali rencana pengembangan mereka.


BPMigas akan memanggil konsursium untuk membahas lebih lanjut enam persyaratan yang diajukan. Enam persyaratan itu adalah, harga jual gas dikaitkan dengan Japan Crude Cocktail, revisi rencana pengembangan, permintaan persetujuan dari pemegang saham, kepastian memasok kebutuhan gas dalam negeri, klarifikasi tuduhan persaingan tidak sehat dan pemilihan proyek hilir. Pertemuan ini rencananya akan dilangsungkan pada hari Kamis, 7 Mei 2009.


Dubes Jepang untuk Indonesia, Kojiro Shiojiri sempat mengirimkam surat kepada Presiden SBY pada tanggal 19 Maret 2009 menanggapi permasalahan yang berkenaan dengan Donggi Senoro. Semoga saja penundaan ini tidak menimbulkan efek yang tidak dikehendaki terhadap hubungan baik kedua negara, dan tentu saja pengembangan lapangan gas Donggi Senoro segera dapat direalisasikan.

Donggi Senoro riwayatmu kini.



Read more...